Mengapa Facebook jadi Agak Menyebalkan

Karena bujukan seorang teman, pada 2008 saya membuat akun facebook, setelah agak lama main-main media on-line dengan yang disebut blog. Saya sendiri waktu itu tak begitu yakin dengan facebook, tapi teman itu meyakinkan saya, bahwa kita bisa berinteraksi jauh lebih bersifat langsung.
Tahun-tahun pertama, saya menikmatinya. Saya senang karena respons-nya benar-benar luar biasa, tak sebagaimana blog yang terasa lebih dingin. Saya bahkan pernah pula mengadakan lomba nulis status, diikuti oleh teman-teman dari berbagai daerah, dan bahkan ada yang dari luar negeri. Saya waktu itu memberi hadiah buku-buku karya saya. Senang dan heboh waktu itu, karena pemenang ditentukan oleh jumlah jempoler atau yang menyukai status mereka. Sampai ada yang mengaku harus membujuk-bujuk supaya nge-like tulisannya.

Tapi seiring dengan itu, saya juga merasakan, bahwa lama-kelamaan, media facebook rasanya lebih cocok hanya untuk haha-hihi, ketawa-ketiwi, cipika-cipiki. Apalagi ketika facebook mulai banyak dibuka dengan handphone atau BB. Lama-kelamaan, traffic yang terjadi tak lebih sebagaimana dulu orang berkirim sms atau mms. Hanya perbedaannya, dengan facebook tulisan atau gambar kita bisa dikirim sekaligus ke sebanyak nama yang ada dalam list-friend kita, secara serentak. Apalagi kalau settingan facebook itu terbuka untuk semua orang (for public), maka siapapun di dunia ini bisa mengaksesnya.
Karakter handphone, yang beraneka kualitasnya itu, kadang membuat komunikasi di facebook menurut saya agak menyebalkan. Karena tampilan facebook yang terbatas di handphone (berbeda dengan tampilan di komputer PC/laptop), membuat yang terbiasa dengan "adab membaca", tidak begitu nyaman. Misal menulis sebuah status, ada yang berkomentar atau bertanya, kita sudah menjawabnya, eh, ternyata ada lagi yang bertanya hal yang sama. Pertama kali saya pikir, ini orang nggak membaca atau gimana sih? Sudah ditanyain hal yang sama oleh orang lain, eh, masih saja ada pertanyaan sama diajukan. Lama-lama saya mengerti, untuk handphone sering tampilannya beda-beda. Hanya bisa baca status, dan hanya bisa lihat yang berkait dengan dirinya sendiri.
Itu masih soal teknis. Masalah prinsipilnya, karakter handphone itu juga membuat intensitas berkomunikasi itu kadarnya berbeda. Belum pula dengan handphone pada akhirnya "content" facebook lama-lama bukan media sosial, tapi benar-benar media yang sangat personal, dengan ide, isyu, content yang sangat personal. Yang semula maksudnya media interaksi sosial, sekarang interaksi sosial cenderung pada yang memang sudah saling kenal di dunia nyata. Dan yang dibicarakan kemudian, masalah keseharian antarmereka. Misal, tadi malam nginjek kucing, ada yang pamit mau bobo karena besok harus bangun pagi, atau seenaknya berkomentar pada status orang lain kemudian ketika serius ditanggapi, eh, dianya sudah meninggal dunia. Belum pula ada yang tak pernah menulis status atau posting tulisan, tapi sibuk di chatting room, dari kenal asu hingga akhirnya dating atau chatting sex. Dan seterusnya.
Saya sendiri orang yang malas nanggepin like atau komentar teman, kecuali sesuatu yang perlu dijawab. Sebagai penulis, tentu saja saya menganggap dengan mereka membaca tulisan saya itu sudahlah cukup, tapi kalau kemudian menanggapi komentar mereka, dan "mengobrol via tulisan", bisa habis waktu saya, dan kapan saya menulis, kalau ngobrol pun juga via tulisan?
Tapi, sejujurnya, yang paling menyebalkan lagi, kalau kita menulis tentang sesuatu, kita sering dapat tanggapan atau komentar, bahwa seolah itu semua yang kita alami. "Pengalaman sendiri ya?", "Yang sabar, Mas,..." Itu biasanya karena mereka bukan penulis, jadi sebagaimana dirinya, seseorang menulis itu pastilah apa yang dialaminya. Atau sering pula komentar yang muncul adalah soal teknis tulisan, "Tulisan yang bagus, bagaiamana idenya ya?", "Semoga menulisnya juga dengan rasa ikhlas,...." komentar-komentar yang cemen sebetulnya. Ini biasanya datang dari facebooker yang berniat menjadi penulis, yang membaca tulisan bukan contentnya, tapi  teknis dan caranya.
Sudah begitu rupa, eh, ada lagi, tulisan-tulisan yang saya posting di facebook, sebenarnya jika dibaca tuntas, tak lebih dari 3-5 menit, tetapi sering saya dapatkan keluhan mereka, bahwa tulisan saya panjang-panjang banget. Saya dulunya heran, tulisan segitu disebutnya panjang banget? Lama-lama saya tahu, ya karena dia membuka facebook dengan handphone. Itu dulu makanya, saya pernah bikin grup "Facebooker Anti Mesbuk Pakai Handphone", karena menurut saya, disitulah terjadinya gradasi kualitas facebook sebagai media sosial. Tapi, yah, Mark Zuckerbergh tentu lebih membutuhkan keuntungan sebesar-besarnya, maka dia pun kemudian akan mkengeluarkan handphone merk "Facebook", yang otomatis jika membuka handphone itu fasilitas FB langsung terkoneksi otomatis.
Meski tentu saja, masih banyak teman-teman yang memakai facebook dengan serius. Untuk menyampaikan opini tentang masalah-masalah sosial, politik, ekonomi, kebudayaan, tapi tetap mendapat sambutan yang baik, meski terbatas pada kalangan terdidik dan peminat saja.
Ya, memang itulah isi dunia, kita tak bisa berteman dengan semua orang yang beraneka ragam. Kita pasti lebih nyaman berteman dengan yang segagasan, sehobi, sealiran, sekesukaan, dan sejenisnya. Dan facebook dengan handphone, makin menjadikannya seperti itu. Facebook yang semula diproyeksikan sebagai moderatisasi dan demokratisasi dalam bermedia sosial, jatuh menjadi pemberdayaan konsumerisme