-Kepada Setan
yang Lumer
Cobalah Idul Fitri tiap hari, pasti ‘kan asyik rasa hati
Karena tiap hari pula, masjid ‘kan slalu penuh
Dan setiap kali pula, kau ‘kan lihat mulut berbusa-busa
Menderetkan alifbakta, dengan kefasihan luar biasa,
terbata-bata
Sementara, di jalanan, kemeriahan hura-hura extravaganza
Pesta kuliner aneka rupa, dengan aneka rasa, juga aneka
dusta
Berbondong kita, ngiler aroma itu, dan mampu menundanya
Hingga mahgrib tiba, meski tinggal makanan sisa
Karena jauh sebelum bedug, segala selera selesai sudah
Masuk kerongkongan ketika kita tak merasa perlu
Untuk membatalkan puasa, meski bibir masih kerontang
Cobalah Idul Fitri tiap hari, pasti mempesona karena Tuhan
bercahaya
Tak sebagaimana sebelum dan sesudahnya, pesta-pora penggoda
Menjadi hiasan kalbu, sekali pun masih juga sibuk ritual
rutiniah
Seolah tanpa pause, dan kau begitu suka-cita, karena
dibebaskan
Aneka kewajiban, termasuk dzikir malam-malam Lailatul Qadar.
Pernah kau dengar ketika rembulan di tangan kiri dan
matahari di kanan
Tak bisa membuyarkan dongeng itu karena ketakutan kita
dikira jumawa.
Hingga kemudian, kau bilang, betapa nyamannya mabuk Allah
Dan mulutmu berbuih-buih dengan mata terbang ke langit
putih.
Kemudiannya, kita merasa suci bersujud syukur, dengan air
mata
Kepada siapa kita tak tahu, dan juga mungkin, tak peduli
Cobalah Idul Fitri tiap hari, pasti para bakul dan pelawak ‘kan suka
Saatnya menangguk rejeki, sembari beramal dan bersedekah
kasihan
Kamu kemudian tersipu malu, ketika kepergok malaikat sakti
Dan minta berbagi nikmatnya dunia, sembari kau kayalkan
sorga
Di radio, di televisi, di ringtones, atau pun di segala
ketik reg spasi
Orang-orang menjanjikan ridhla Allah dan jadi calo-calo
kebaikan
Ayat-ayat Quran mendenging-denging, bagai lebah terkunci di
lubang angin
Ah, betapa sucinya wajah dosamu, penuh kasih sayang dan
kesalehan paripurna
Di balik segala baju koko, sarung gajah bengkak atau pun
sajadah Mesir pula
Kerudung Sinustika nan salihah, wahai Allah Maha Resah
Matahari basah kuyup, dan dzikirmu tak putus-putus bagai
penyanyi rap yang epilepsi
Cobalah hentikan igauanmu, dan tidurlah.
Di seberang Idul Fitri, dengarlah tangisnya, sang setan
durjana
Betapa ia merasa tak lagi berguna, karna manusia lebih
paripurna
Hingga ia kemudian tuna-karya, mau ngerjain apalagi, hanya
karena
manusia
tak butuhkan lagi tuntunan darinya.
Edan ‘kan?
Dasar
setan!
(Begitu
maki setan yang lumer, pada manusia,…)
Ia pun
kemudian bertobat, dan mulai membaca alifba'ta
Kemudian,
sang manusia pun menggodanya, agar
Sang
setan sudi bersekutu dengannya.
Yogyakarta, 14 September 2009
Tidak ada komentar:
Posting Komentar