Seseorang yang
pesimistik, dan bahkan yang cenderung fatalistik (bukan hanya pesimis,
melainkan juga memandang semua hal dari sisi negatif, tak ada peluang) dan
sinistik (melawan fakta namun hanya dengan sikap sinis), akan lebih
mempersoalkan perihal dan permasalahan di luar dirinya. Ia akan menjadi kritis
(apa saja dinilai), detail (njlimet dan problematik), dan kemudian menegasi
(menolak) segala apa yang didengar, dibaca, dilihat. Seolah semuanya otomatis
(instintif, naluriah), karena dengan begitulah ia merasa mampu menyelesaikan
dunia dan persoalannya.
Sangat susah baginya mendengar, membaca, atau melihat segala
sesuatu, dan kemudian mengapresiasi atau menghargainya. Radarnya akan segera
memberi sinyal pada sense syaraf dan motoriknya untuk beraksi. Jika tidak
melecehkan dalam sinisme, mementahkannya untuk tidak memberi ruang pada orang
lain, atau menghantamnya karena ia merasa dirinya lebih baik dan benar, dan di
luar itu ialah ketidakpantasan.
Padahal, sekiranya ia mau mendengar, membaca, atau melihat,
toh pada hakikatnya tidak dengan sendirinya terjadi persekutuan, kesepahaman,
kesepakatan, karena ada proses internalisasi, diskusi, negosiasi hingga terjadi
transaksi (deal, bersepakat). Dan itu semuanya, justeru menunjukkan
kewibawaannya, kekuatannya, eksistensinya, karena ia ada dan melakukan
pertemuan antara dua pihak, dalam sebuah pembicaraan atau obrolan yang hangat bersahabat.
Maka, jelaslah, mereka yang tidak mau mendengar, membaca dan
melihat, lebih menggambarkan pribadi yang tidak berani dan tidak mampu berada
dalam ruang kebersamaan, untuk melihat, membaca, dan mendengar. Karena ia hanya
percaya, bahwa benteng dirinya ialah dengan menyerang atau tidak memberi ruang.
Karena dengan menyerang, ia percaya tidak akan diserang. Psikologisme ini,
muncul dari ketidakpercayaan dirinya, seolah hidup hanya berisi peperangan, dan
tidak melihat ada sisi kedamaian, bahkan di dalam dirinya sekali pun.
Di situ tampak kemudian, bagaimana pribadi terbuka dan
pribadi tertutup. Pikiran terbuka dan pikiran tertutup.
Karena apa? Apalah guna jutaan kata-kata, karena ia hanyalah
kata-kata. Bagi orang terbuka, kata-kata adalah kata-kata. Ia mungkin
menggotong segugusan informasi, gagasan, ajakan, penyerangan, fitnah, gossip.
Namun toh ia hanya akan dimaknai dalam konteks itu. Tidak lebih tidak kurang.
Antara yang memberi
informasi dan diberi informasi, tetap ada ruang. Ruang interpretasi (pemahaman)
yang di sana menunjukkan kualitas antarpihak. Sehingga, ada proses
internalisasi, perenungan, sampai kemudian meningkat menjadi pemahaman.
Pemahaman akan menjadi inspirasi, motivasi, motor penggerak, hal itu akan
sangat tergantung pada proses berikutnya, yang terjadi pada pihak penerima
informasi.
Proses yang terjadi di dalamnya, akan sangat situasional,
tergantung situasi dan kondisi (juga toleransinya, dan bagaimana pandangan
serta jangkauannya,...). Di situ artinya, menjadi naif ketika ada yang
mengatakan, apa gunanya semua keindahan nasehat dan kata-katamu, jika tidak
mampu menggerakkanku, dan bahkan menggerakkanmu sendiri yang mengatakannya?
Keindahan kata-kata adalah satu sisi, sisi yang lain adalah
proses pemikiran. Dan proses pemikiran mencerna kata, akan sangat terpengaruh
pada sikap diri seseorang, dalam menanggapi apapun yang diterima dan diolahnya
kemudian. Pada sisi pengolahan dan action, tindakan, juga akan dipengaruhi oleh
banyak faktor, baik dari dalam dan luar dirinya. Dari aspek yang sangat
teoritik hingga teknis, dan mungkin psikologis-spiritual. Bagaimana hal itu
semuanya diaduk menjadi satu adonan bernama tindakan benar, semangat bekerja,
dan disiplin atau konsisten pada keputusan.
Jutaan kata-kata, dari siapapun, pada hakekatnya, tidak akan
berfungsi apa-apa, karena ia hanyalah semacam pemantik api. Nyala dan tidaknya,
akan sangat tergantung pada kondisi-kondisi obyektif yang ada. Adakah sumbunya,
adakah bensinnya, adakah kekuatan pemantik, adakah ini dan itu, dan seterusnya.
Dalam berbagai situsweb, blog, twitter, atau pun status-status facebook, ribuan kata-kata bijak teman-teman kita, di
jagat maya ini, mudah kita dapatkan. Kita akan temukan jutaan, milyaran,
trilyunan kata-kata indah, motivatif, dan inspiratif, yang diproduksi. Bahkan
juga kata-kata rengekan, atau godaan dan jebakan, semuanya akan sangat
tergantung sikap kita dalam mengapresiasinya. Dan semua itu, akan menunjukkan
kualitas (dan juga kompleksitas) diri kita. Tidak seyogyanya tentu, kita
memaksa orang lain untuk bersepaham dengan kita, serta kemudian menghinakannya
atau meniadakannya, hanya karena berbeda.
Kepribadian seseorang, beserta kekuatan sikapnya, tidak
diukur dengan penilaian orang lain, melainkan diukur dengan apa yang dipikir
serta kemudian ditindakkannya. Jutaan kata-kata di luarnya, bisa menjadi emas
atau sampah, lebih karena kualitas tindakan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar