Syahdan, menurut sahibul bait, kala itu Bung Karno sedang mandi. Guntur Sukarnoputra yang masih remaja, menggedor-gedor pintu kamar mandi. Tak sabar. Karena pintu terus digedor, Bung Karno melongok sebentar, “Ada apa to Mas Tok? Bapak belum selesai mandi.”
“Bener nggak sih bapak menukar pembebasan Allen Pope dengan tebusan pesawat Hercules?” bertanya Guntur.
Nama Allen Pope, memang sempat sohor dalam sejarah politik Indonesia akhir dekade 1950. Teriakan “Gantung Allen Pope! Hukum mati Allen Pope!” menggema di mana-mana. Demonstrasi di depan kedutaan AS (Jakarta) setelah Allen Pope tertangkap tahun 1958, hampir terjadi tiap hari. Rakyat Indonesia naik darah oleh kelakuan Allen Pope. Soalnya si pilot AS ini, menjatuhkan bom di Ambon yang memakan tak sedikit korban jiwa.
Mendengar pertanyaan anak sulungnya, Bung Karno dengan tawa khasnya yang menggelegar menjawab, “Hahahahaha,.... biar saja Amerika kasih Hercules itu buat Bapak. Kalau Amerika kirim pesawat lagi, nanti Bapak suruh tembak lagi. Sebagai tebusannya, Bapak minta Marilyn Monroe dan Ava Gardner,...”
Dua nama yang disebut Bung Karno, dua artis sexy (kala itu) dari Amerika. Tapi, itu tentu saja humor khas Bung Karno. Di balik canda itu, sebenarnya menunjukkan posisi tawar Indonesia berada di atas negara super-power Amerika Serikat. Dari sana, Bung Karno memulai tonggak lahirnya sejarah armada baru bagi AURI, yaitu lahirnya skuadron hercules, yang pernah punya andil dalam merebut Irian Barat dari Belanda. Saya kutipkan tulisan Ibu Walentina Waluyanti, dari Nederland yang berada di lingkar informasi itu dengan beberapa penyuntingan;
Berawal dari negosiasi tarik ulur demi pembebasan seorang pilot yang bikin Amerika gelisah. Jika tidak segera diselamatkan, bisa-bisa pilot itu buka mulut tentang info rahasia yang berkaitan dengan permainan CIA dalam intervensi politiknya ke Indonesia.
Sukarno adalah pemimpin revolusioner yang berbahaya bagi AS. Dan karena itu, ia layak disingkirkan. Banyak upaya mengenai itu. Termasuk menyerang sisi pribadi sang presiden, yang dikenal bermata keranjang itu. Menjatuhkan Bung Karno adalah satu-satunya cara agar Amerika bisa bercokol kuat di Indonesia. Sudah dicoba segala cara agar Bung Karno jatuh, tidak berhasil juga. Dicoba dengan cara ancaman embargo, penghentian bantuan, Bung Karno malah teriak, “Go to hell with your aid!”.
Akhirnya CIA pakai cara lain. Yaitu infiltrasi ke berbagai pemberontakan di Indonesia. Puncaknya terjadi dalam pertempuran di pulau Morotai, tahun 1958. Ketika itu TNI (pasukan marinir, pasukan gerak cepat AU, dan AD) menggempur Permesta, gerakan pemberontakan di Sulawesi Utara.
Persenjataan Permesta tidak bisa dianggap enteng. Soalnya ada bantuan senjata dari luar. Tadinya tudingan bahwa CIA adalah biang kerok semua ini masih dugaan saja. Ketika kapal pemburu AL dan mustang AU melancarkan serangannya, satu pesawat Permesta terbakar jatuh.
Sebelum jatuh, ada dua parasut yang tampak mengembang keluar dari pesawat itu. Parasut itu tersangkut di pohon kelapa. TNI segera membekuk dua orang. Yang satu namanya Harry Rantung anggota Permesta. Dan yang tak terduga, satunya lagi bule Amerika. Itulah Allen Pope. Dari dokumen-dokumen yang disita, terkuak Allen Pope terkait dengan operasi CIA. Menyusup di gerakan pemberontakan di Indonesia untuk menggulingkan Soekarno.
Peristiwa tertangkapnya Allen Pope adalah tamparan bagi Amerika. Itu mungkin terwakili dalam kalimat Allan Pope ketika tertangkap. Setelah pesawat B-26 yang dipilotinya jatuh dihajar mustang AU dan kapal pemburu AL, komentar Pope: “Biasanya negara saya yang menang, tapi kali ini kalian yang menang”.
Tertangkapnya Allan Pope, mengungkap permainan kotor AS untuk menggulingkan Sukarno. Amerika terus bersikeras menyangkal. Tapi bukti-bukti yang ada, akhirnya membungkam mulut mereka. Taktik kotor itu jadi gunjingan internasional. Kedok Amerika dengan CIA-nya, berhasil dibuka Indonesia, lengkap dengan bukti-bukti telak. Amerika terpaksa berubah 180 derajat menjadi baik pada Sukarno. Semua operasi CIA untuk mengguncang Bung Karno (untuk sementara) dihentikan.
Amerika berusaha mati-matian minta pilotnya dibebaskan. Segala cara pun mulai dilakukan untuk mengambil hati Bung Karno. Eisenhower mengundang Sukarno ke AS, Juni 1960. Lalu Soekarno juga diundang John Kennedy, April 1961. Di balik segala alasan diplomatik tentang kunjungan itu, tak bisa disangkal, itu semua buntut dari cara Bung Karno memainkan kartunya terhadap Amerika.
Selama periode itu, Bung Karno main tarik ulur dengan pembebasan Pope. Tarik ulur itu berjalan alot. Karena Bung Karno ogah melepaskan Pope begitu saja. Bung Karno sengaja berlama-lama “memiting leher” Allan Pope, sebelum Amerika meng-iya-kan permintaan Indonesia. Amerika mati kutu. Tak ada jalan lain. Negosiasi pun segera dimulai. Negosiasi alot yang memakan waktu 4 tahun, sebelum akhirnya Allen Pope benar-benar bebas.
Dimulai dengan Ike atau Dwight Eisenhower yang membujuk, merayu dan mengundang Bung Karno ke Amerika. Namun Bung Karno tetap tidak mau tunduk diatur-atur Ike. Situasi mulai berubah sedikit melunak setelah kursi kepresidenan AS beralih ke John F. Kennedy.
John Kennedy tahu, kepribadian Sukarno sangat kuat dan benci didikte. Karena itu dengan persahabatan, dia mampu “merangkul” Sukarno. “Kennedy adalah presiden Amerika yang sangat mengerti saya,” begitu kata Bung Karno.
Dengan John, negosiasi mulai mengarah ke titik terang. Berkaitan itu pula, John mengirim adiknya, Robert Kennedy, ke Jakarta. Bob Kennedy membawa sejumlah misi, diantaranya membebaskan Pope.
Konon ketika itu juga Amerika mengirim istri Allen Pope yang cantik. Perhitungannya, wanita cantik mampu meluluhkan hati Bung Karno. Ini asal mula beredar issue bahwa Bung Karno dirayu istri Allen Pope. Yang tidak banyak disebutkan orang, yaitu ibu dan saudara perempuan Allen Pope juga datang, memohon-mohon dengan tangisan minta belas kasihan Bung Karno.
Buat Bung Karno, pilot itu dibebaskan atau tidak, hasilnya sama saja. Tidak membuat korban-korban bom si pilot bisa hidup kembali. Jadi, kenapa tidak memanfaatkan saja, ketakutan Amerika yang ciut kalau pilot itu buka mulut?
Bung Karno memainkan kartu trufnya atas dasar apa yang dibutuhkan bangsa Indonesia pada waktu itu. Indonesia betul-betul sengsara dan kelaparan, jadi butuh uang dan nasi. Indonesia sedang bertempur melawan Belanda, untuk merebut Irian Barat, jadi butuh senjata, sejumlah perangkat perang dan armada tempur.
Permintaan Bung Karno itu tentu saja tidak disampaikan dengan cara mengemis. Tapi dengan cara yang menyeret Amerika, untuk membuat interpretasi diplomatik. Mau tidak mau, isyarat diplomatik Sukarno bikin Amerika harus bisa membaca yang tersirat di balik yang tersurat.
John Kennedy akhirnya paham. Indonesia butuh perangkat perang untuk merebut Irian Barat. Di antaranya armada tempur. Karena itu diajaknya Bung Karno mengunjungi pabrik pesawat Lockheed di Burbank, California. Di sana Bung Karno dibantu dalam pembelian 10 pesawat hercules tipe B, terdiri dari 8 cargo dan 2 tanker (yang kemudian menjadi cikal bakal lahirnya armada Hercules bagi AURI.
Bung Karno juga bisa membuat Amerika menghentikan embargo. Lalu menyuntik dana ke Indonesia. Juga beras 37.000 ton dan ratusan persenjataan perangkat perang. Kebutuhan itu semua memang sesuai dengan kondisi Indonesia saat itu.
Ternyata begini ini yang namanya negosiasi tingkat tinggi. Akhirnya Allen Pope dibebaskan secara diam-diam, oleh suatu misi rahasia di suatu subuh, Februari 1962. Negosiasi itu seluruhnya tentu makan biaya yang tidak sedikit. Siapa yang mesti membayar semua itu? Konon rekening Permesta yang harus membayar ganti rugi akibat negosiasi itu. Sempat terdengar selentingan, bahwa jalan by pass Cawang-Tanjung Priok, dan Hotel Indonesia di Bundaran HI Thamrin, adalah wujud dari ganti rugi itu. Benarkah demikian? Wallahualam.
Sayang, hubungan mesra Bung Karno dengan Amerika berakhir setelah Kennedy terbunuh tahun 1963. Dan kita tahu, ending dari semua itu, setelah CIA mendapatkan bonekanya bernama Soeharto.
Guntur itu anak bungsunya pak, bukan anak sulung..
BalasHapusgood ending :)
BalasHapus