Suatu
hari, pada sekitar bulan Juli 1965, Bung Karno berdialog dengan Syekh Kadirun
Yahya [lengkapnya; Prof. Dr.H.SS. Kadirun Yahya MA, Msc, Rektor Universitas
Pembangunan Panca Budi Medan, Thariqat Naqsyabandiyah Khalidiyah.], anggota
dewan kurator seksi ilmiah Universitas Sumatra Utara (USU).
“Saya bertanya-tanya pada semua ulama dan para
intelektual yang saya anggap tahu, tapi semua jawaban tidak ada yang memuaskan
saya, en jij bent ulama, tegelijk intellectueel van de exacta en
metaphysica-man.”
“Apa soalnya Bapak Presiden?”
“Saya bertanya lebih dahulu tentang hal lain,
sebelum saya memajukan pertanyaan yang sebenarnya. Manakah yang lebih tinggi,
presidentschap atau generaalschap atau professorschap dibandingkan dengan
surga-schap?”
“Surga-schap. Untuk menjadi presiden, atau
profesor harus berpuluh-puluh tahun berkorban dan mengabdi pada nusa dan
bangsa, atau ilmu pengetahuan, sedangkan untuk mendapatkan surga harus
berkorban untuk Allah segala-galanya berpuluh-puluh tahun, bahkan menurut Hindu
atau Budha harus beribu-ribu kali hidup baru dapat masuk nirwana.”
“Accord, Nu heb ik je te pakken Proffesor
(sekarang baru dapat kutangkap Engkau, Profesor.) Sebelum saya ajukan
pertanyaan pokok, saya cerita sedikit: Saya telah banyak melihat teman-teman
saya matinya jelek karena banyak dosanya, saya pun banyak dosanya dan saya
takut mati jelek. Maka saya selidiki Quran dan hadist. Bagaimana caranya supaya
dengan mudah menghapus dosa saya dan dapat ampunan dan mati senyum; dan saya
ketemu satu hadist yang bagi saya sangat berharga. Bunyinya kira-kira begini:
Seorang wanita pelacur penuh dosa berjalan di padang pasir, bertemu dengan
seekor anjing yang kehausan. Wanita tadi mengambil segayung air dan memberi
anjing yang kehausan itu minum. Rasulullah lewat dan berkata, “Hai para
sahabatku, lihatlah, dengan memberi minum anjing itu, terhapus dosa wanita itu
di dunia dan akhirat dan ia ahli surga!!! Profesor, tadi engkau katakan bahwa
untuk mendapatkan surga harus berkorban segala-galanya, berpuluh tahun itu pun barangkali.
Sekarang seorang wanita yang banyak berdosa hanya dengan sedikit saja jasa, itu
pun pada seekor anjing, dihapuskan Tuhan dosanya dan ia ahli surga. How do you
explain it Professor? Waar zit‘t geheim?”
[Kadirun Yahya hening sejenak lalu berdiri
meminta kertas.]
“Presiden, U zei, dat U in 10 jaren’t antwoor
neit hebt kunnen vinden, laten we zein (Presiden, tadi Bapak katakan dalam 10
tahun tak ketemu jawabannya, mari kita lihat), mudah-mudahan dengan bantuan
Allah dalam dua menit, saya dapat memberikan jawaban yang memuaskan.”
[Bung karno adalah seorang insinyur dan
Kadirun Yahya adalah ahli kimia/fisika, jadi bahasa mereka sama: eksakta.
KY menulis dikertas] “10/10 = 1.”
[Bung Karno menjawab] “Ya.”
“10/100 = 1/10.”
“Ya.”
“10/1000 = 1/100.”
“Ya.”
“10/bilangan tak berhingga = 0.”
“Ya.”
“1000000/ bilangan tak berhingga = 0.”
“Ya.”
“Berapa saja ditambah apa saja dibagi sesuatu
tak berhingga samadengan 0.”
“Ya.”
“Dosa dibagi sesuatu tak berhingga sama dengan
0.”
“Ya.”
“Nah…, 1 x bilangan tak berhingga = bilangan
tak berhingga. 1/2 x bilangan tak berhingga = bilangan tak berhingga. 1 zarah x
bilangan tak berhingga = tak berhingga. Perlu diingat bahwa Allah adalah
Mahatakberhingga. Sehingga, sang wanita walaupun hanya 1 zarah jasanya, bahkan
terhadap seekor anjing sekali pun, mengkaitkan, menggandengkan gerakkannya
dengan Yang Mahaakbar, mengikutsertakan Yang Mahabesar dalam gerakkannya, maka
hasil dari gerakkannya itu menghasikan ibadat paling besar, yang langsung
dihadapkan pada dosanya yang banyak, maka pada saat itu pula dosanya hancur
berkeping keping. Hal ini dijelaskan sebagai berikut: (1 zarah x tak
berhingga)/dosa = tak berhingga.”
[Bung Karno diam sejenak lalu bertanya] “Bagaimana
ia dapat hubungan dengan Sang Tuhan?”
“Dengan mendapatkan frekuensinya. Tanpa
mendapatkan frekuensinya tidak mungkin ada kontak dengan Tuhan. Lihat saja,
walaupun 1mm jaraknya dari sebuah zender radio, kita letakkan radio kita dengan
frekuensi yang tidak sama, radio kita tidak akan mengeluarkan suara dari zender
tersebut. Begitu juga, walaupun Tuhan dikabarkan berada lebih dekat dari kedua
urat leher kita, tidak mungkin kontak jika frekuensinya tidak sama.
[BK berdiri dan berucap] “Professor, you are
marvelous, you are wonderful, enourmous.” [Kemudian dia merangkul KY dan berkata]
“Profesor, doakan saya supaya saya dapat mati dengan senyum di belakang hari.”
Lima tahun kemudian (1970), Bung karno
meninggal dunia, dalam keadaan senyum ketika menutup mata untuk selama-lamanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar