Setelah Perang Kemerdekaan Indonesia 1945-1949, disusul pengakuan
kedaulatan Indonesia oleh Belanda melalui Konfrensi Meja Bundar pada 1949,
dirasa perlu Indonesia (yang pada saat itu bernama Republik Indonesia Serikat)
memiliki lambang negara. Pada 10 Januari 1950, dibentuk Panitia Teknis dengan
nama Panitia Lencana Negara di bawah koordinator Menteri Negara Zonder Porto
Folio Sultan Hamid II. Presiden Soekarno menugaskan Sultan Hamid II (1913-1978,
kelahiran Pontiana, bernama asli Syarif Abdul Hamid Alkadrie, putra sulung
Sultan Syarif Muhammad Alkadrie, Sultan Pontianak), merencanakan, merancang dan
merumuskan gambar lambang Negara. Susunan panitia teknis: Muhammad Yamin
sebagai ketua, dan beranggotakan Ki Hajar Dewantara, MA Pellupessy, Moh Natsir,
dan RM Ng Poerbatjaraka bertugas menyeleksi usulan lambang negara untuk dipilih
dan diajukan kepada pemerintah.
Dalam buku “Bung Hatta Menjawab” dijelaskan terpilih dua rancangan
lambang negara terbaik, yaitu karya Sultan Hamid II dan karya M Yamin, dan
pemerintah serta DPR menetapkan rancangan Sultan Hamid II. Alasannya, mengacu
kepada ucapan Presiden Soekarno, bahwa hendaknya lambang negara mencerminkan
pandangan hidup bangsa, dasar negara Indonesia, dengan sila-sila dari dasar
negara, yaitu Pancasila yang divisualisasikan dalam lambang Negara itu.
Sultan Hamid II (1913-1974) |
Tanggal 8 Februari 1950, rancangan lambang negara tersebut mendapat
masukan dari Partai Masyumi untuk dipertimbangkan kembali. Masjumi
keberatan terhadap gambar burung Garuda dengan tangan dan bahu manusia yang
memegang perisai, dan dianggap terlalu bersifat mitologis.
Setelah diskusi yang seru, dengan mempertimbangkan berbagai masukan, Presiden
Soekarno kemudian memperkenalkan untuk pertama kalinya, lambang negara itu
kepada khalayak umum di Hotel Des Indes Jakarta pada 15 Februari 1950.
Sultan Hamid II sendiri ikut menyelesaikan penyempurnaan bentuk final,
dengan menambah skala ukuran dan tata warna gambar lambang Negara (lukisan
otentiknya diserahkan kepada H Masagung, Yayasan Idayu Jakarta pada 18 Juli
1974). Rancangan Garuda Pancasila terakhir ini dibuatkan patung besar dari perunggu
berlapis emas, disimpan dalam Ruang Kemerdekaan Monumen Nasional sebagai acuan,
ditetapkan sebagai lambang negara Republik Indonesia, dan desainnya tidak
berubah hingga kini.
Filosofi Garuda Pancasila. Garuda Pancasila adalah burung Garuda yang sudah dikenal melalui mitologi kuna dalam sejarah bangsa Indonesia (Nusantara). Ia kendaraan Wishnu yang menyerupai burung elang rajawali. Garuda digunakan sebagai Lambang Negara untuk menggambarkan bahwa Indonesia adalah bangsa yang besar dan negara yang kuat.
Filosofi Garuda Pancasila. Garuda Pancasila adalah burung Garuda yang sudah dikenal melalui mitologi kuna dalam sejarah bangsa Indonesia (Nusantara). Ia kendaraan Wishnu yang menyerupai burung elang rajawali. Garuda digunakan sebagai Lambang Negara untuk menggambarkan bahwa Indonesia adalah bangsa yang besar dan negara yang kuat.
Mitologi garuda berasal dari kebudayaan Hindu. Garuda digambarkan
sebagai manusia burung dengan bulu keemasan, dan memiliki mahkota di kepalanya.
Konon ukuran tubuh garuda sangatlah besar sehingga mampu menutupi matahari.
Garuda juga sering digambarkan sebagai kendaraan Vishnu. Dalam Mahabarata,
konon saat Garuda lahir dari telurnya, bumi gonjang-ganjing (bergetar),
sehingga para dewa memohon padanya untuk tenang.
Namun meskipun para dewa bersatu menghadang Garuda, mereka bukanlah
tandinganya. Dalam perjalanan pulang, Garuda bertemu dengan Vishnu, Vishnu
berjanji akan memberikan keabadian pada Garuda biarpun tanpa meminum Amrita. Sebagai
gantinya, Garuda menjadi kendaraan Vishnu.
Garuda kemudian bertemu dengan Indra, dan sekali lagi dia mendapat
penawaran. Garuda berjanji akan memberikan Amrita pada Indra, dan Indra akan
memberikan para ular sebagai makanan Garuda. Akhirnya Garuda memberikan Amrita
pada para ular untuk menghapus hutang ibunya. Setelah Amrita diberikan, Indra
turun dari langit, merebut Amrita, dan menghabisi para ular. Sejak saat itu
Garuda menjadi rekan para dewa. Tunggangan kebanggan Vishnu, sekaligus menjadi
musuh utama para ular.
Deskripsi Simbol. Warna keemasan pada burung Garuda melambangkan
keagungan dan kejayaan.. Memiliki paruh, sayap, ekor, dan cakar yang
melambangkan kekuatan dan tenaga pembangunan. Jumlah bulu Garuda Pancasila
melambangkan hari Proklamasi Kemerdekaan Indonesia tanggal 17 Agustus 1945,
yakni: 17 helai bulu pada masing-masing sayap, 8 helai bulu pada ekor, 19 helai
bulu di bawah perisai atau pada pangkal ekor, dan 45 helai bulu di leher
Perisai Garuda. (1) Perisai adalah tameng yang telah lama dikenal dalam
kebudayaan dan peradaban Indonesia sebagai bagian senjata yang melambangkan
perjuangan, pertahanan, dan perlindungan diri untuk mencapai tujuan. (2) Di
tengah-tengah perisai terdapat sebuah garis hitam tebal yang melukiskan garis
khatulistiwa yang menggambarkan lokasi Negara Kesatuan Republik Indonesia,
yaitu negara tropis yang dilintasi garis khatulistiwa membentang dari timur ke
barat. (3) Warna dasar pada ruang perisai adalah warna bendera
kebangsaan Indonesia "merah-putih". Sedangkan pada bagian tengahnya
berwarna dasar hitam. (4) Pada perisai terdapat lima buah ruang yang
mewujudkan dasar negara pancasila.
Pengaturan lambang pada ruang perisai adalah sebagai berikut: (1) Sila Pertama:
Ketuhanan Yang Maha Esa dilambangkan dengan cahaya di bagian tengah perisai
berbentuk bintang yang bersudut lima berlatar hitam
(2) Sila Kedua: Kemanusiaan yang Adil dan Beradab dilambangkan dengan
tali rantai bermata bulatan dan persegi di bagian kiri bawah perisai berlatar
merah
(3) Sila Ketiga: Persatuan Indonesia dilambangkan dengan pohon beringin
di bagian kiri atas perisai berlatar putih
(4) Sila Keempat: Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan
dalam Permusyawaratan/Perwakilan dilambangkan dengan kepala banteng di bagian
kanan atas perisai berlatar merah
(5) Sila Kelima: Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia
dilambangkan dengan kapas dan padi di bagian kanan bawah perisai berlatar
putih.
Pita Bertuliskan Semboyan Bhinneka Tunggal Ika. Kedua cakar
Garuda Pancasila mencengkeram sehelai pita putih bertuliskan "Bhinneka
Tunggal Ika" berwarna hitam.
Semboyan Bhinneka Tunggal Ika adalah kutipan dari Kakawin Sutasoma
karya Mpu Tantular. Kata "bhinneka" berarti beraneka ragam atau
berbeda-beda, kata "tunggal" berarti satu, kata "ika"
berarti itu. Secara harfiah Bhinneka Tunggal Ika diterjemahkan "Beraneka
Satu Itu", yang bermakna meskipun berbeda-beda tetapi pada hakikatnya
tetap adalah satu kesatuan, bahwa di antara pusparagam bangsa Indonesia adalah
satu kesatuan. Semboyan ini digunakan untuk menggambarkan persatuan dan
kesatuan Bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang terdiri atas
beraneka ragam budaya, bahasa daerah, ras, suku bangsa, agama dan kepercayaan.
Alangkah sayangnya sesungguhnya, jika Garuda Pancasila yang bhineka
tunggal ika itu kemudian menjadi garuda yang satu warna, garuda yang
melenyapkan perbedaan, terjebak dalam persatuan menjadi persatean.
Skala Lambang Garuda Pancasila
Disain Pertama Sultan Hamid II |
Revisi Sultan Hamid II |
Garuda Pancasila 15 Februari 1950 |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar