Seandainya capres nomor 1 adalah Ahmad Dhani, dan capres nomor 2
adalah Mohammad Marzuki alias Juki, saya akan memilih Juki sebagai presiden.
Kenapa?
Karena memang hanya ada dua capres itu. Dan jika memilih adalah membandingkan, maka
satu sama lain yang saya bandingkan hanya keduanya. Menjadi aneh kalau saya
menilai keduanya dengan membandingkan John Lennon yang idola saya. Karena John tidak
ikut dalam pencapresan ini, kenthir rasanya kalau saya memaksanya ikut.
Sama-sama memaksa, walau gagal, mendingan saya mengompori Angelina Jolie untuk
mendirikan partai di Indonesia. Tapi soalnya, Brad Pitt tidak mengijinkan, dan
saya patah hati. Uhuk.
Mengapa saya
memilih Juki? Karena syair-syair lagunya, bersama Jogja Hiphop Foundation,
menurut saya lebih mengena daripada syair lagu Ahmad Dhani.
Lagu
“Bersatu Padu Mencoblos No. 2”, bagi saya sangat menggambarkan situasi batin ‘gue
bingits’ saat ini. Ia jernih, netral, dan cukup berjarak. Kata Juki yang suka
‘Kill the DJ’ itu, kira-kira, jika kemenangan sudah diraih, dia akan
mengundurkan diri, mengawasi dengan membentuk parlemen jalanan’. Itu sungguh
keren! Isi pesannya jelas, bermartabat dan khas sebagai manusia yang sadar akan
situasi dan mesti mengambil sikap.
Sementara
itu, mencoba melihat video-clip dan lagu ‘we will rock you’ Ahmad Dhani,
menggambarkan orientasi music sekaligus inferiority complexnya. Maunya
Indonesia Bangkit tapi malah jadinya Indonesia Bocor. Bocor alus. Kostum yang
dikenakan, secara ideologis menakutkan saya, ideologi militer banget. Beda
dengan kostum dan videoclip Juki, yang simple tapi manis dan miskin, daripada
tampak megah tapi bocor.
Lagian,
ketika Dhani memboyong artis-artis Indonesian Idol yang mati-matian dipilih
oleh rakyat jelata penghambur pulsa, bagaimana rasa mereka ketika pilihan
mereka dirampok Dhani dan dibelokkan menjadi pendukung yang bukan didukung
orang-orang yang telah menjadikan mereka idola? Dhani jadi tampak manipulatif.
Persis kelakuan para politikus yang waktu pileg dipilih karena ideologinya, eh,
setelah dipilih mereka berkoalisi dengan partai yang tidak kita inginkan.
Oh, ya,
kenapa saya pilih Juki, dan bukan Dhani? Karena wajah dan tongkrongan Juki itu ‘gue
bingits’, dia mewakili saya yang rakyat jelata. Kurus, kurang makan, nggak
cakep, dan terlihat kalau menderita dan miskin. Meski namanya islami, tapi
kayaknya dia lebih jujur, walaupun kurus-kering, dan kalau ngomong jelek banget
gesture dan bentuk bibirnya.
Sedangkan
Dhani? Dia cakep, tampan, macho, jantan, kaya, isterinya cantik, agamanya saleh
banget, kadang gusdurian tetapi senyampang itu agak spirit kerumi-rumian,
rumahnya megah dan mewah, kalau ngomong besar banget, berselera sangat
internasional, penghasilannya tinggi.
Hal lain
yang menjadi pertimbangan, teman-teman Juki biasanya lucu-lucu. Slank misalnya,
membuat manifesto Revolusi Harmoni yang bernilai universal, tidak insinuative dan
tendesius, selalu memberi ruang bagi pihak lain sekali pun. Dan penting bagi
saya, mereka punya selera humor, sebagai penanda otak yang balance. Tidak
reaktif, paranoid, represif, impulsif, dan rajin mengcopast berita hoax dan
melakukan black-campaign.
Tapi, saya ‘kan
sedang memilih presiden yang baik, apa hubungannya dengan semua itu? Nggak ada.
Makanya, ya tetep milih Juki daripada Dhani. Apalagi Juki bilang jangan pilih
presiden karena dirinya. Itu pertanda dia tidak fasis, tidak otoriter, tidak
militeristis. Juki bukan seorang militeris, tetapi dia juga bukan sipilis.
Dhani tampak religious, Juki lebih sekuler, tetapi Juki lebih jujur, amanah,
dan karenanya lebih otentik. Ia bukan orang bayaran, sementara yang
satunya mata-uangen. Lagu karya orang
lain dibajak tapi tetep minta bayaran.
Tentu saja
saya akan mencoblos Juki. Juki adalah kita, bukan hanya karena lagu-lagunya. Dalam
dialog-dialognya ternyata pikirannya visioner, otentik, dia pembaca kehidupan
yang baik. Dia mengajak kita tumbuh bersama. Bukan sekedar memposisikan kita
sebagai pengagum, yang manggut-manggut melihat seorang megalomanian masturbasi.
Sayangnya,
Juki bukan capres. Makanya, 9 Juli 2014 saya tidak pilih dia. Tapi pilih
Jokowi. Kalau beda jangan sensi, Juk!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar