Oleh Sunardian Wirodono
Dalam ilmu karate, ada jurus yang disebut mawashigeri, yakni memanfaatkan daya dorong pukulan lawan. Jika lawan memukul dan tak bisa mengendalikan dirinya, maka kita bisa mengambil keuntungan dari daya dorong yang menyebabkan lawan kehilangan keseimbangan, dan akhirnya terpukul oleh tenaganya sendiri.
Drama politik di internal, menjelaskan hal itu. Bagaimana dengan gaya politik pencitraan, yang penuh istilah "bersih, cerdas, dan santun" yang diwacanakan oleh Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat, SBY seolah jadi "bulan-bulanan" Anas Urbaningrum.
Gaya komunikasih politik yang cenderung normatif dari SBY, dengan cerdik dipakai oleh Anas Urbaningrum, dan pendukungnya, untuk menyerang balik dari berbagai anasir yang menyerangnya, terutama mereka yang tak bisa menutupi nafsunya untuk meminta AU mundur dari Demokrat.
Lepas dari suka tidak suka dengan AU, persoalan internal Demokrat dan gaya berpolitik mereka (utamanya SBY), mempersepsikan pada masalah baru; Yakni pertarungan antara SBY melawan AU atau AU melawan SBY. Dan dalam piskologisme kita, sebagai masyarakat penonton yang tertindas, pertarungan itu memposisikan AU sebagai underdog yang mendapatkan pembelaan publik (apapun dan terlepas dari "keburukan" AU dalam sangkaan kasus Wisma Atlet Hambalang dan money politics Konggres PD di Bandung, 2010).
Dalam politik pencitraan, wacana tentu menjadi senjata yang dominan. Namun dalam praksis politik, yang tidak sederhana, wacana yang normatif akan cenderung tidak operated, tidak operasional, macet, atau tidak efektif.
Apalagi jika wacana tersebut diluncurkan oleh pihak-pihak yang tidak terbebaskan dari kepentingan, karena merupakan bagian dari masalah yang muncul. SBY tidak akan bisa menyangkal, bahwa dirinya merupakan bagian dari konflik yang terjadi. Ketidaktegasannya dalam menyikapi dan menyelesaikan masalah, berbalik menjadi bumerang, karena sebagai sentral simbol, dirinya tak bisa melepaskan diri dari unsur-unsur yang menyebabkan kemelut itu terjadi.
Berbagai spekulasi bisa muncul di sini. Ketika perlawanan simbol dan norma dimunculkan, mereka adalah orang yang sadar akan kekuatan, dan kesahihan simbol itu dalam dunia senyatanya. Baik dalam pengertian positif atau negatif, kedua-duanya bisa dipakai untuk melakukan serangan balik.
Semisal bahwa apa yang diucapkan oleh SBY berdasar kenyataan politiknya, dirinya bersih, cerdas dan santun, maka hal itu akan dipakai oleh kubu AU, agar simbol atau nilai-nilai itu menjadi acuan dalam berpolitik, yang semuanya tentu prosedural dan formal terikat oleh aturan-aturan yang telah disepakati bersama (sebagai norma).
Sementara, jika yang diwacanakan itu bertolak belakang dengan kenyataannya, sudah barang tentu hal itu akan menjadi belenggu, yang membuat wacana normatif itu tidak efektif.
Apalagi berbagai isyu yang muncul mengatakan, bahwa pihak AU telah mengantongi titik-titik kelemahan SBY, yang bisa jadi akan dimunculkan sebagai senjata pamungkas bila situasinya memburuk bagi faksi AU.
Beberapa hari terakhir ini, keberanian AU untuk muncul ke publik, dan menjawab berbagai pertanyaan media, menyiratkan bahwa AU mengetahui adanya upaya penggusuran dirinya. Dengan gayanya, AU justeru memakai segala "kata-kata" SBY untuk menjawab berbagai sinyalemen yang beredar. Bahkan, Ahmad Mubarok, senior Demokrat yang juga suksesor AU, seolah menjadi tandem bagi AU untuk "menerjemahkan" fatwa-fatwa politik SBY, yang mementahkan semua alasan penggusuran bagi AU.
Gaya politik SBY, yang culun-culun lebay ini, akan menjadi persoalan yang berat bagi Demokrat untuk terbebaskan dari keruwetan organisasi. Kini, seolah muncul dua kubu yang head to head tampak nyata, yakni yang mengaku sebagai pendukung SBY adalah yang berseberangan dengan AU, sementara yang mendukung AU memakai fatwa-fatwa politik SBY untuk melawan para "jubir" SBY, yang selalu memakai nama SBY sebagai legitimasi dari semua pernyataan-pernyataan politiknya.
Bagaimana hasil akhirnya kelak? Sekali lagi, lepas dari suka tidak suka, AU akan tampak berada di atas angin, dan akan memenangkan pertarungan, sepanjang SBY tidak melakukan apapun kecuali hanya sekedar berwacana semata. Kenapa hanya berwacana semata? Tentu, persoalan hitung-hitungan pada 2014 menjadi tidak sederhana baginya. Demokrat, partai politik yang didirikannya, mengalami masalah serius yang tak mudah diselesaikan, dan itu berimbas pada posisinya di masa depan. Sementara sebagai "pensiunan" presiden, ia tentu secara psiko-politik tidak akan membiarkan masa depan anak, saudara, dan isterinya, di kelak kemudian hari.
Dalam belenggu wacananya, SBY tidak bisa berbuat banyak, kecuali membiarkan AU memenangkan pertandingan. Namun, tentu para pemuja SBY tidak akan merelakan hal itu terjadi. Bagaimana mereka bergerak? Disitu bumerang bagi SBY, karena ia akan tersandera, dan hanya menjadi alasan atau justifikasi bagi kepentingan masing-masing pihak, dengan tujuan yang berbeda-beda.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
KARENA JOKOWI BERSAMA PRABOWO
Presiden Republik Indonesia, adalah CeO dari sebuah ‘perusahaan’ atau ‘lembaga’ yang mengelola 270-an juta jiwa manusia. Salah urus dan sala...
-
Catatan Tambahan: Tulisan ini sebenarnya saya tulis serius karena diminta oleh sebuah blog di Yogyakarta, yang bertagline; “Sedik...
-
UMAR KAYAM, lahir di Ngawi, Jawa Timur, 30 April 1932 dan meninggal di Jakarta, 16 Maret 2002 pada umur 69 tahun, seorang sosiolog, novel...
SAYA SEKELUARGA INGIN MENGUCAPKAN BANYAK TERIMAH KASIH KEPADA AKI NAWE BERKAT BANTUANNNYA SEMUA HUTANG HUTANG SAYA SUDAH PADA LUNAS SEMUA BAHKAN SEKARAN SAYA SUDAH BISA BUKA TOKO SENDIRI,ITU SEMUA ATAS BANTUAN AKI YG TELAH MEMBERIKAN ANKA JITUNYA KEPADA SAYA DAN ALHAMDULILLAH ITU BENER2 TERBUKTI TEMBUS..BAGI ANDA YG INGIN SEPERTI SAYA DAN YANG SANGAT MEMERLUKAN ANGKA RITUAL 2D 3D 4D YANG DIJAMIN 100% TEMBUS SILAHKAN HUBUNGI AKI NAWE DI 085-218-379-259
BalasHapus