Muhammad Iqbal pernah mengatakan, “Bangsa-bangsa (di dunia) terlahir dalam hati para pujangga, namun kejayaan dan kehancurannya ada di tangan politisi."
Karena Iqbal adalah sastrawan (India), maka peristilahan "pujangga" di situ adalah subyektivitas beliau. Karena kita bisa lebih bijak menangkap maksud sebenarnya bisa jadi bukan hanya pujangga tulis, melainkan juga pujangga pikir, atau siapapun yang bekerja diranah intelektualitas dan kebudayaan.
Namun ketika ia mengatakan kejayaan dan kehancuran di tangan politisi, tentu didasarkan pada fakta, para politikuslah yang operated menjalankan perikehidupan suatu bangsa dan negara, berkait dengan kehidupan masyarakat sebagai penyangga terjadinya nilai-nilai kejayaan dan kehancuran, karena merekalah yang bekerja di ranah "arah dan kebijakan" negara dan pemerintahan.
Jika kita melihat Indonesia hari-hyari ini, memang menyedihkan, karena berita media kita dipenuhi dengan berita-berita yang buruk atas kehidupan perpolitikan kita. Inti masalahnya, lebih terletak pada persoalan kekuasaan, yang di sana berbagai implikasinya terkait, seperti penyelewengan kekuasaan, korupsi, konflik, dan lain sebagainya.
Namun, hal itu juga bisa diperparah dengan filosofi media kita yang eksploitatif, dan cenderung mengangkat bad news atau konflik nilai memiliki kedudukan tinggi dalam jurnalistik. Dengan berbagai alasannya, apakah karena demokratisasi, kebebasan berpendapat, dan seterusnya; Namun ada kenyataan lain yang sering diabaikan. Ialah tentang pertumbuhan masyarakat se Indonesia Raya yang tidak pernah dipahami sebagai kenyataan yang bermasalah.
Sentralisme media di Jakarta, paralel dengan berpusatnya matra ekonomi nasional, membuat alasan-alasan luhur media itu bisa menjadi pedang bermata dua.
Dalam kepolitikan yang belum matang (karena politik di tataran elite pun barulah ditataran formal-prosedural), maka peringatan Iqbal bisa menjurus ke arah kehancuran. Apalagi, jika dalam proses itu, kaum pujangga dan intelektualnya pun tak bisa mengambil jarak, atau bahkan "belibet" dalam praksis politik kita hari ini.
Kapan kita terbebas dari oligarki partai politik, dan daulat rakyat benar-benar mengujud? Kita menunggu buah kerja yang diproses anak-anak muda idealis, yang sampai hari ini terus bekerja, di lapangan pendidikan terutama, di pelosok-pelosok Nusantara, tanpa sorotan media, yang mudah-mudahan akan bisa menggantikan generasi Anas Urbaningrum, yang terlanjur busuk sebelum matang itu.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
KARENA JOKOWI BERSAMA PRABOWO
Presiden Republik Indonesia, adalah CeO dari sebuah ‘perusahaan’ atau ‘lembaga’ yang mengelola 270-an juta jiwa manusia. Salah urus dan sala...
-
Catatan Tambahan: Tulisan ini sebenarnya saya tulis serius karena diminta oleh sebuah blog di Yogyakarta, yang bertagline; “Sedik...
-
UMAR KAYAM, lahir di Ngawi, Jawa Timur, 30 April 1932 dan meninggal di Jakarta, 16 Maret 2002 pada umur 69 tahun, seorang sosiolog, novel...
SAYA SEKELUARGA INGIN MENGUCAPKAN BANYAK TERIMAH KASIH KEPADA AKI NAWE BERKAT BANTUANNNYA SEMUA HUTANG HUTANG SAYA SUDAH PADA LUNAS SEMUA BAHKAN SEKARAN SAYA SUDAH BISA BUKA TOKO SENDIRI,ITU SEMUA ATAS BANTUAN AKI YG TELAH MEMBERIKAN ANKA JITUNYA KEPADA SAYA DAN ALHAMDULILLAH ITU BENER2 TERBUKTI TEMBUS..BAGI ANDA YG INGIN SEPERTI SAYA DAN YANG SANGAT MEMERLUKAN ANGKA RITUAL 2D 3D 4D YANG DIJAMIN 100% TEMBUS SILAHKAN HUBUNGI AKI NAWE DI 085-218-379-259
BalasHapus