Iklan politik yang banyak diputar di TV One, adalah
iklan Capres ARB tentang ayahnya. Dikatakannya, Achmad Bakrie (1916 –
1988) adalah seorang pengusaha Indonesia, yang hanya anak petani dan
hanya tamatan SR (Sekolah Rakyat, atau setingkat SD). Meski hanya
tamatan SD, Achmad Bakrie bisa menciptakan lapangan kerja untuk puluhan
ribu orang.
Lha, kalau hanya anak petani dan hanya
tamatan SD saja bisa sesukses itu, masa iya "kalian" yang lulusan SMK
(dan bukan anak petani) tidak bisa melakukan lebih baik? Kalau tidak
bisa ('kan logikanya), Achmad Bakrie adalah orang hebat? Orang hebat,
(pastilah) akan melahirkan anak yang hebat (yakni ARB), yang pantas
sebagai capres. Begitu logika komunikasi yang hendak dibangunnya.
Begitu? Kayaknya tidak!
Achmad Bakrie menurut data sejarah, sekolah di Hollandsche Inlandsche
School (HIS). Ini sekolah pada zaman penjajahan Belanda, pertama kali
didirikan di Indonesia pada tahun 1914. Sekolah ini ada pada jenjang
Pendidikan Rendah (Lager Onderwijs) atau setingkat dengan pendidikan
dasar sekarang, namun dengan bahasa pengantar bahasa Belanda (Westersch
Lager Onderwijs). Bedakan dengan Inlandsche School yang menggunakan
bahasa daerah.
Di luar jalur resmi Pemerintah Hindia Belanda, maka
masih ada pihak swasta seperti Taman Siswa, Perguruan Rakyat, Kristen
dan Katholik. Pada jalur pendidikan Islam ada pendidikan yang
diselenggrakan oleh Muhamadiyah, Pondok Pesantren, dll.
HIS
diperuntukan bagi golongan penduduk keturunan Indonesia asli (maka
disebut juga Sekolah Bumiputera Belanda). Pada umumnya disediakan untuk
anak-anak dari golongan bangsawan, tokoh-tokoh terkemuka, atau pegawai
negeri. Lama pendidikan 7 tahun.
Pada sisi ini jelas bukan? Posisi
sosial AB, berbeda dengan rakyat jelata yang kemungkinan dan aksesnya
lebih kecil. AB mempunyai previlege dalam akses pendidikan karena status
sosial orangtua, yang tidak semua anak mendapatkan. Benarkah AB anak
petani? Kalau pun benar, bisa dipastikan bukan "petani" sembarangan.
Bisa jadi tuan tanah, atau kaum modal.
Bisa bersekolah di HIS, jika
dibaca dalam konteks masa itu, tentu posisi yang hebat. Jika
membandingkan dengan lulusan SMKN jaman sekarang, jangan dalam
pengertian membandingkan lulusan SD (sekarang) dengan lulusan SMKN
(sekarang). Jangankan lulusan SMKN, bahkan lulusan Perguruan Tinggi
sekarang pun, yang mampu menciptakan lapangan kerja tidak lebih 5% dari
total lulusan perguruan tinggi.
Perbandingan yang adil, adalah
buah pikiran yang adil. Adillah sejak dari pikiran, dan Anda akan tidak
kelihatan bodo banget. Semoga kita cerdas membaca iklan, dan teliti
sebelum membeli.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
KARENA JOKOWI BERSAMA PRABOWO
Presiden Republik Indonesia, adalah CeO dari sebuah ‘perusahaan’ atau ‘lembaga’ yang mengelola 270-an juta jiwa manusia. Salah urus dan sala...
-
Catatan Tambahan: Tulisan ini sebenarnya saya tulis serius karena diminta oleh sebuah blog di Yogyakarta, yang bertagline; “Sedik...
-
UMAR KAYAM, lahir di Ngawi, Jawa Timur, 30 April 1932 dan meninggal di Jakarta, 16 Maret 2002 pada umur 69 tahun, seorang sosiolog, novel...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar