Menyimak kata-kata Boy Rafli Amar dalam acara Indonesia Lawyer Club
semalam (2/8), kemungkinan Haris Azhar dari KontraS, ditetapkan sebagai
tersangka. Postingannya di fesbuk soal tudingan Freddy Budiman, menjadi
pangkal soal. Semoga saya salah.
Menurut FB, sebagaimana dilansir HA, semua aparat Negara, entah itu Polisi, BNN, TNI, Bea Cukai, dan lain sebagainya, terlibat dalam bisnis narkoba. Sebesar 450 milyar rupiah konon digelontorkan FB kepada mereka. Persoalannya, pengakuan FB, yang disampaikan HA pada 2014 itu, baru dipublikasikan pada saat kritis. Dan FB sebagai ‘saksi mahkota’ kini sudah tewas.
Menurut FB, sebagaimana dilansir HA, semua aparat Negara, entah itu Polisi, BNN, TNI, Bea Cukai, dan lain sebagainya, terlibat dalam bisnis narkoba. Sebesar 450 milyar rupiah konon digelontorkan FB kepada mereka. Persoalannya, pengakuan FB, yang disampaikan HA pada 2014 itu, baru dipublikasikan pada saat kritis. Dan FB sebagai ‘saksi mahkota’ kini sudah tewas.
Tentu saja apa yang dilakukan HA dengan menyebarkan informasi itu akan
terasa sumir, dan lemah secara hukum. Apakah HA tidak menyadari
konsekuensi ini? Tulisan ini tidak dalam rangka melemahkan pejuangan HA,
apalagi perjuangan KontraS. Yang saya khawatirkan, semua tudingan FB
akan dimentahkan. Yang dituding akan membuat barikade, dan FB tak bisa
lagi melakukan verifikasi. Mengenai ocehan FB, hal itu sudah menjadi
rahasia umum. Semut merah pun tahu. Masalahnya semua sebatas rumors.
Kalau kita berkhidmat pada goal-target memberantas hal itu, saya kira ini persoalan taktik dan strategi perjuangan. Langkah HA menjadi terasa lemah. Ikannya lepas airnya tohor. Alasan HA, tugas institusi Negara membuktikan tudingan FB, tentu saja. Tapi membiarkan orang asal melempar tudingan, juga aneh bin ajaib. Siapa FB ini? Pahlawan?
Jika HA tidak percaya pada aparat penegak hukum, atau para birokrat kita, saya kira tetap ada jalan lain yang lebih strategis. Apalagi jika benar-benar pengakuan FB confirmed dan dilengkapi data. Tapi tentu lain halnya, jika tak ada lagi yang bisa kita percaya di negeri ini. Mengikuti ajakan Kwik Kian Gie, melakukan kudeta sebagai jalan perubahan?
Apa yang dilakukan HA, tak jauh beda yang dilakukan komisioner Komnas HAM, Natalius Pigai, berkait kasus mahasiswa Papua di Yogyakarta. Hanya panas di permukaan, tapi tanpa solusi. Lebih suka mengobarkan masalah di media, tetapi sama sekali tak punya solusi di bawah atau di lapangan.
Apa yang dilakukan oleh Gun Retno dan para perempuan Kendeng, dalam mencari solusi pendirian pabrik semen di daerahnya, lebih strategis dan membuahkan hasil. Mentognya upaya mencari keadilan dalam sistem hukum, dan sikap penguasa di daerah, bisa dimediasi presiden. Jangan dinafikan, Jokowi di luar keterbatasannya, tetap membuka jalur kampus dan lsm untuk pijakannya. Jangan menutup fakta ini, kecuali Anda memang suka rebutan peran.
Apa yang dikatakan KontraS (penersangkaan HA akan menjadi preseden, membuat rakyat takut melapor), saya kira tak segawat itu. Rakyat akan tetap berani melapor, menuliskan pikiran dan gugatannya, sekiranya mempunyai dasar kuat mengenai hal itu.
Bahwa selalu ada resiko perjuangan, tentu saja. Untuk alasan itulah Anda berada di sana, demi kebenaran dan keadilan. Bukan demi ini-itu yang ecek-ecek. Kecuali memang itu yang dicari!
Kalau kita berkhidmat pada goal-target memberantas hal itu, saya kira ini persoalan taktik dan strategi perjuangan. Langkah HA menjadi terasa lemah. Ikannya lepas airnya tohor. Alasan HA, tugas institusi Negara membuktikan tudingan FB, tentu saja. Tapi membiarkan orang asal melempar tudingan, juga aneh bin ajaib. Siapa FB ini? Pahlawan?
Jika HA tidak percaya pada aparat penegak hukum, atau para birokrat kita, saya kira tetap ada jalan lain yang lebih strategis. Apalagi jika benar-benar pengakuan FB confirmed dan dilengkapi data. Tapi tentu lain halnya, jika tak ada lagi yang bisa kita percaya di negeri ini. Mengikuti ajakan Kwik Kian Gie, melakukan kudeta sebagai jalan perubahan?
Apa yang dilakukan HA, tak jauh beda yang dilakukan komisioner Komnas HAM, Natalius Pigai, berkait kasus mahasiswa Papua di Yogyakarta. Hanya panas di permukaan, tapi tanpa solusi. Lebih suka mengobarkan masalah di media, tetapi sama sekali tak punya solusi di bawah atau di lapangan.
Apa yang dilakukan oleh Gun Retno dan para perempuan Kendeng, dalam mencari solusi pendirian pabrik semen di daerahnya, lebih strategis dan membuahkan hasil. Mentognya upaya mencari keadilan dalam sistem hukum, dan sikap penguasa di daerah, bisa dimediasi presiden. Jangan dinafikan, Jokowi di luar keterbatasannya, tetap membuka jalur kampus dan lsm untuk pijakannya. Jangan menutup fakta ini, kecuali Anda memang suka rebutan peran.
Apa yang dikatakan KontraS (penersangkaan HA akan menjadi preseden, membuat rakyat takut melapor), saya kira tak segawat itu. Rakyat akan tetap berani melapor, menuliskan pikiran dan gugatannya, sekiranya mempunyai dasar kuat mengenai hal itu.
Bahwa selalu ada resiko perjuangan, tentu saja. Untuk alasan itulah Anda berada di sana, demi kebenaran dan keadilan. Bukan demi ini-itu yang ecek-ecek. Kecuali memang itu yang dicari!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar