KISAH
PERTAMA | Seorang caleg gagal tiba-tiba mendatangi
kantor polisi, "Pak Polisi, Pak Polisi, ada kecelakaan, ada
kecelakaan,…"
"Siap!
Dimana, Pak?"
"Tadi
saya lihat di TV,…"
*
KISAH KE-DUA
| Seorang caleg gagal menuju ke stasiun lintasan
kereta-api, bertanya pada penjaga pintu lintasan, "Kereta dari
Yogya-Jakarta, lewat sini pukul berapa?"
"3.30"
"Kalau
dari Surabaya?"
"4.30"
"Kalau
dari Semarang?"
"Trus,
bapak ini cuma mau nyeberang 'kan? Lelucon basi!"
"Bukaaaan,
ini serius saya mau bunuh diri,…"
“Brarti
bapak kesiangan bangunnya,…!”
*
KISAH KE-TIGA | Seorang caleg gagal tampak sedang serius, menulis
sesuatu pada selembar kertas. Datang seorang jurnalis fesbuk bertanya,
"Bapak ini nulis apaan, sih?"
"Lho,
nggak lihat? Kan nulis surat!"
"Hare
gene nulis surat? Kan bisa sms atau email. Surat untuk siapa?"
"Untuk
aku sendiri,…"
"Trus,
isinya apa, Pak?"
"Mana
aku tahu, wong belum dikirim. Belum juga rampung nulisnya,…"
*
KISAHKE-EMPAT | Seorang caleg gagal kini lebih banyak duduk
termenung di depan laptop. Suatu ketika ia mengundang cucunya, "Kamu
jangan bilang siapa-siapa ya. Aku wariskan semua kekayaan kakek,…"
"Oh, ya
Kek? Yang bener?"
"Semua
pabrik, sawah, gudang, sapi, deposito bank,…"
"Cucu
nggak pernah dengar dan lihat semuanya itu,…"
"Kusimpan
di Farmville . Tapi aku lupa passwordnya, Cu,…"
*
KISAH
KE-LIMA | Seorang caleg gagal mengumpulkan anak-anak
dan isterinya.
"Kaliva,
kamu anak tertua mewarisi Apartemen Kuningan,…"
Kaliva
mengangguk.
"Winardi,
kamu kuberi seluruh kawasan Kelapa Gading Indah,…"
Winardi
mengangguk.
"Miracle,
sebagai anak bungsu, kamu kuwarisi perkantoran Mulia Tower,…"
Isterinya
terheran-heran dan bertanya, "Pap, nyebut, Pak, nyebut,…"
"Emang
kenapa?"
"Kegagalan
jadi caleg nggak usah dipikirin banget-banget. Bapak ini 'kan cuma tukang loper
susu,…"
"Lho,
lha iya. Itu daerah yang kuwariskan ke mereka bertiga. Bapak punya banyak
pelanggan di situ,… Bapak tetep mau ke Senayan!”
“Lho, kan
bapak nggak lolos?”
“Tapi di
sana pasti banyak yang suka susu,…”
*
KISAH
KE-ENAM | Seorang caleg gagal rambutnya awut-awutan,
duduk termenung di depan rumah. Tetangganya datang mendekat, "Mbok
rambutnya dirapiin, jangan kayak gitu, nanti dikira,…"
"Aku
nggak punya sisir,…"
"Lah,
kan bisa pinjam ibumu."
"Kan Ibuku
sudah wafat."
"Wah,
kuwalat kamu. Ibu masih idup dibilang wafat. Lha ‘kan bisa pinjam sisir
ayahmu,…"
"Ayahku
gundul,…"
*
KISAH KE-TUJUH | Seorang caleg gagal
duduk-duduk bengong di ruang tamu. Isterinya mendekat, "Biasanya hari gini
kan kamu main golf ama si Kaliva."
"Apa kamu mau main golf lawan orang curang?"
"Ya enggaklah. Siapa juga yang mau main ama orang curang!"
"Itulah yang Kaliva bilang padaku!"
*
KISAH KE-DELAPAN | Seorang caleg gagal
menerima telpon. Tapi hanya sekitar 30 menit, pembicaraan selesai. Isterinya
keheranan, "Kok cuma sebentar? Biasanya, kalau udah ngobrol politik bisa
telponan sampai berjam-jam,…"
Sang suami menjawab bijak, "Itu tadi salah sambung,…"
*
KISAH KE-SEMBILAN | Kali ini bukan seorang
caleg gagal, tetapi sepasang suami-isteri yang keduanya maju caleg. Dan
keduanya gagal. Sang isteri pagi-pagi datang ke seorang dokter jiwa,
"Dokter, tolonglah kami. Suami saya selalu merasa bahwa dirinya adalah
ayam."
"Mengapa Ibu tidak mengajaknya serta kemari?"
"Saya maunya gitu, membawanya kemari. Tapi saya lagi butuh telur.
Biar dia bertelur dulu, ya, dok?" *
KISAH TERAKHIR | Seorang caleg gagal, yang masih muda, mendatangi
ayahnya, "Ayah, saya ingin menikah."
"Itu
baik, dan kau bisa lupakan kegagalan kemarin. Siapakah calon isterimu?"
"Nenek!"
"Tunggu.
Stress boleh tapi jangan gila kayak gini. Nenekmu itu ibuku, tahu!"
"Apa
bedanya? Ayah juga nikahin ibuku! Dasar ayah gila!"
*
BONUS | Seorang caleg gagal, yang tinggal di kawasan Slipi,
Jakarta, pinjam handphone pada isterinya. HP-nya sendiri amblas diberikan
tim-suksesnya. Tapi beberapa jam setelah itu, suaminya hilang. Di tunggu sampai
sore, belum juga pulang. Meminjam
handphone anaknya, sang isteri menelpon suaminya, “Kamu di mana?”
“Mbogor,…”
terdengar jawaban suaminya di handphone.
“Lha,
ngapain?”
“Tadi, aku
sms teman di Mbogor.”
“Terus?”
“Aku bawalah
handphonemu itu sampai ke Mbogor.”
“Lho
ngapain? Kan tinggal sms saja? Alesan. Kamu pasti ada main ke Mbogor,…”
“Kalau dia
nggak lihat monitor handphone yang kupakai sms itu, gimana dia bisa membaca isi
sms-ku?”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar