Orang bejo lebih untung daripada orang pintar,
itu tagline dalam iklan jamu masuk angin. Ini agaknya ingin menggusur tagline yang
popular sebelumnya, 'Orang Pintar Minum Tolak Angin' dari produksi yang lain
lagi. Ikon iklan ini, memakai Bob Sadino dan Butet Kartaredjasa, tampaknya
benar-benar ingin menyodorkan tesis mereka (yang lebih menguntungkan produk
mereka), bahwa orang beruntung itu jauh lebih untung.
Adakah yang
salah? Tentu saja tidak. Karena demikian faktanya. Benar dalam konteks kita
mencari untung. Bahwa orang bejo, memang lebih untung daripada pintar. Namun
ini ciri ajakan fatalistik dari masyarakat pragamatis. Copy-writer dengan
bangga menyodorkan 'key-words' itu, dan tak perlu berfikir tentang dampak
sosio-psikologis masyarakat. Toh agency periklanan juga lebih mengabdi client
daripada memberi inspirasi ke masyarakat (sementara style eksploitasi itu sudah
lama ditinggalkan dalam disain-disain dari beberapa negara maju. Kenapa mesti
membandingkan ini, karena banyak produk iklan kita mengacu ke sini baik dari
ide maupun teknis penyampaian).
Kembali ke
pokok persoalan. Cara pandang orang bejo yang "lebih untung" dari
orang pintar ini, menyesatkan. Sebagaimana filosofi 'thenguk-thenguk nemu
gethuk'. Karena siapa yang tahu dirinya bejo atau nemu gethuk? Manusia 'one
momen' adalah dalam kuasa Tuhan. Sedangkan manusia pintar, adalah manusia
berusaha. Apakah pintar dan berusaha jaminan berhasil? Tidak. Tapi
sebejo-bejonya orang, tidak ada yang tahu kapan saat dirinya akan bejo kapan
sial, kecuali post-factum ia mengevaluasi dirinya, apa yang sudah dilakukannya.
Sementara
itu, Bob Sadino sebagai personifikasi orang bejo, ngomong pada penonton,
meyakinkan dengan mobil luxurynya, "Jangan banyak mikir, kerja
saja,..." Di situ baru ketahuan goblognya, kerja apa? Dalam piramyda
korban manusia, ajakan Bob Sadino itu lebih fatal lagi bisa diartikan; Kalian
kerja saja, jadi buruh, nggak usah mikir. Itu sudah bejo, daripada nganggur.
Kerja sekarang susah. Orang bejo itu lebih untung daripada orang pintar.
Jika
diteruskan kalimatnya; Omong kosong orang Indonesia akan pintar, sia-sia, tuh
lihat banyak orang pintar sengsara, tidak beruntung, tidak kaya,... Itu ajakan
khas jaman Orde Baru Soeharto dulu, jangan mikir, kerja saja.
Baru
terpaksa mikir setelah semuanya lewat dan telat, aku kerja tapi kok miskin
terus ya? Orang bejo itu adalah orang yang bersyukur, dan mereka yang bersyukur
adalah manusia pembelajar. Seperti Thomas Alva Edisson, Muhammad Ali, Made
'Edam' Burger, Ciputra, Sugiarto, dan banyak enterpreuner yang bukan orang kaya
karena keturunan dan warisan.
Bob Sadino
sendiri, karena kepintarannya dalam bahasa Inggris, memulai karirnya dengan
menjual telur ke para ekspatriat, dengan harga yang sangat mahal. Sementara,
kata seorang sahabat saya, tetangganya (yang bernama Parno, dan tidak ada kata
‘bob’ di depannya), tetap saja hingga kini miskin, meski jualan telur jauh lebih
dulu dibanding Bob Sadino. Tentu saja, karena ia hanya memungut keuntungan
seribu-duaribu rupiah dari setiap kilogramnya, sementara Bob bisa menjual
dengan harga jauh lebih mahal dan untung jauh lebih besar. Itu bejo? Bukan. Itu
pintar.
Bejo itu
lebih pada sikap hidup, dan sikap lahir dari pemahaman. Pemahaman hanya bisa
dilakukan oleh mereka yang pintar. Artinya, orang bejo itu akan benar lebih
beruntung dari orang pintar, karena ia tahu setelah belajar dan berupaya
pintar, masih ada kekuatan lain yang menentukan. Orang pintar yang seperti ini,
ialah mereka yang, seperti kata Imam Syafei, tunduk kepada kerendahan hati dan
menjadi manusia pembelajar.
Orang
seperti itu, bisa dipastikan tidak minum jamuk masuk atau tolak angin. Karena
dalam jiwa yang sehat terdapat tubuh yang tidak gampang masuk angin.
http://cholate-gustiar.blogspot.com/2013/03/otak-kanan-otaknya-orang-bejo.html
BalasHapusIntinya yang dimaksud bejo itu orang yang dominan otak kanannya.
BalasHapusKarena banyak orang pintar yang stuck dengan otak kirinya, analisisnya,tapi tidak bergerak. Jadi kesimpulannya berdasarkan teori, sedang yang dominan otak kanan berdasarkan pengalaman baik dari pribadi maupun dari orang lain