Syahdan, menurut
sahibul blusukan, Presiden dengan tanpa menjelaskan agendanya (tapi sekretaris
kepresidenan sudah dibisiki untuk mengajak banyak wartawan), melakukan kunjungan kerja di sebuah
desa terpencil. Di desa ini, hampir penduduknya kaum urban, dan berprofesi di
sektor-sektor informal.
Presiden pun berwawancara dengan seorang Ibu
penjual jamu gendong, "Sudah berapa tahun jualan jamu gendong?"
"Wah, lha ya sudah lama, Poak,..."
jawab Ibu penjual jamu ngeri-ngeri sedap, karena baru kali ini ngobrol dengan
Presiden.
"Berapa anaknya?"
"Anak saya sudah gede-gede, Poak,... Pada
mencar. Ada yang di ITB, UI, IPB,..." jawab Ibu penjual jamu gendong itu.
"Oh, ya? ITB Bandung?"
"Lha iya, Poak. Masak Bantul!"
Presiden pun mengedarkan pandangannya ke
masyarakat yang mengerubung. Protokoler memang agak longgar, biar rakyat merasa
pemimpinnya memang merakyat.
"Lihat saudara-saudara,...." Presiden
setengah berteriak, "Ibu ini patut dicontoh. Meski hanya berjualan jamu
gendong, tapi anak-anaknya ada yang di ITB, UI, dan, mana Ibu?"
"IPB, Poak!"
"Ya, di IPB, saya juga alumni di situ.
Semuanya itu dari kerja keras seorang Ibu, berjualan jamu gendong,"
Presiden terus berbusa-busa, "Coba, ceritakan Ibu pada saudara-saudara
kita semua, ini inspiring dan penting buat kita semua. Kita jangan gampang
mengeluh, kita bekerja keras untuk memperbaiki kualitas SDM kita. Ibu ini
berhasil memperbaiki kualitas taraf hidup bangsa dan negara ini. Apa profesi
anak-anak Ibu ini di sana?"
"Ya, di sana itu, anak-anak saya itu ya jual jamu jugalah,
Poak,...!"
Tidak ada komentar:
Posting Komentar