Tribune Network, Warta Kota, Kamis, 21 Agustus 2014 16:28 WIB
Warta Kota/Willy Pramudya
Cover buku Jokowi Undercover
WARTA KOTA, MATRAMAN - Ini kabar gembira bagi masyarakat, khususnya para peminat masalah politik dan pecinta buku. Sebuah buku berjudul Jokowi Undercover
karya penulis senior yang juga dikenal sebagai budayawan dan
intelektual, Sunardian Wirodono, akan segera meluncur ke pasaran mulai
September 2014 mendatang.
Buku setebal 800 halaman dan berukuran 12X19 ini bukan sekadar
berkisah tentang perjalanan seorang lelaki Indonesia asal Solo, Jawa
Tengah bernama Joko Widodo alias Jokowi, yang kini tampil sebagai
Presiden Terpilih, melainkan buku
yang merekam semua pembicaraan politik negeri ini, yang dinilai begitu
gegap-gempita sepanjang Pemilu 2014, khususnya Pemilihan Presiden 2014.
Kepada Warta Kota, Kamis (21/8/2014) Sunardian mengaku lebih suka menyebut buku terbarunya ini sebagai memorabilia yang merekam emosi dan spirit bangsa dan negara ini setelah 16 tahun lengsernya Soeharto. Juga merekam suasana yang menyertainya sejak hadirnya revolusi teknologi informasi dan komunikasi, yang telah mengubah banyak hal, di tengah rendahnya tingkat kemelekhurufan dan budaya baca bangsa Indonesia.
"Sebagian besar dari kita masih berada dalam pemahaman lama, mengenai apa itu pemimpin, yang selalu dan masih digambarkan sebagai super-hero dengan segala mistifikasi dan glorifikasinya. Sementara beberapa negeri yang maju, telah mulai menggeser peran-peran para super-hero tersebut pada munculnya pergerakan dari masyarakat itu sendiri. Sehingga di sini hasilnya merupakan pencampuran antara fakta dan fiksi yang begitu tumpang-tindih," ujarnya.
Secara khsusus, dalam teks promosi yang diunggah di akun facebooknya, Sunardian menulis bahwa buku yang diterbitkan oleh Penerbit Wiwara, 2014 ini merupakan sebuah memorabilia cerita-cerita politik sepanjang Pilpres 2014, yang menguliti sisi-sisi "kenapa Prabowo dan kenapa Jokowi".
Jadi, katanya, buku ini bukan merupakan hasil analisis politik melainkan buku yang berisi tentang kisah petualangan politik dari sisi kanan dan kiri, atas dan bawah, antara fakta dan fiksi. Kesemuanya ditulis ulang secara campur aduk khas Sunardian Wirodono.
Karena itu, lanjut, Sunardian, dalam buku ini akan ditemukan antara lain tulisan yang menimbulkan pertanyaaan, bagaimana mungkin Devi Kiriani bertemu dengan Mark Zuckerbergh, hingga mendapat wejangan dari murid Muso, tokoh PKI tua itu di Gunung Klothok, Kediri. Atau, bagaimana mungkin Dor dan Hashim Ponto mendengarkan pidato 1 Juni 1945 dari Bung Karno, dalam percintaan mereka di hutan perbatasan antara Indonesia dan Malysia di Kalimantan Barat.
"Ya semuanya sangat mungkin, karena antara fakta dan fiksi sangat cair dalam literacy politik di Indonesia," tegasnya. "Itu semua terekam di dalam buku 'Jokowi Undercover" ini," tambahnya.
Faktanya, jelasnya lebih jauh, dengan hadirnya media-sosial seperti
facebook, twitter, blog, dan sejenisnya, politik menjadi kosakata yang
sangat akrab dan dekat dengan kehidupan keseharian. Ia mengalahkan gosip
artis dari dunia hiburan pop. "Ini bukan hanya bagi kalangan terdidik
di kota, melainkan juga jauh ke pelosok dusun dan gunung, bahkan bagi
mereka yang sangat terbatas akses informasi serta tingkat pendidikan
mereka," tuturnya.
Buku Jokowi Undercover meramu semua itu dalam tulisan campur-aduk, penuh dengan kutipan media, yang disusun sedemikian rupa menjadi sebuah cerita politik dengan rentang perjalanan waktu Indonesia, dari sejak pemilu pertama 1955, hingga kejadian mutakhir sekarang ini.
Jadi ada fakta dan fiksi dalam buku ini, semua bercampur-baur menjadi satu, seperti sebuah kolase, karena yang lebih penting adalah impresi dalam pembacaan semua persoalan yang disodorkan dalam buku ini. Sebagai novel mungkin terlalu cerewet, tetapi ini memang tentang bangsa yang sangat cerewet, terutama para pemimpin dan para elitenya di semua sisi. Baik dari sisi pandangan paling kiri dan paling kanan dalam wacana dialog kita selama ini.
Menurut sang penulis buku seharga Rp 120.000 per eksemplar ini tidak dijual di toko buku, melainkan melalui pemesanan lewat online di email sunardianwirodono@yahoo.com, akun fb sunardian wirodono, atau melalui sunardian.blogspot.com.
Kepada Warta Kota, Kamis (21/8/2014) Sunardian mengaku lebih suka menyebut buku terbarunya ini sebagai memorabilia yang merekam emosi dan spirit bangsa dan negara ini setelah 16 tahun lengsernya Soeharto. Juga merekam suasana yang menyertainya sejak hadirnya revolusi teknologi informasi dan komunikasi, yang telah mengubah banyak hal, di tengah rendahnya tingkat kemelekhurufan dan budaya baca bangsa Indonesia.
"Sebagian besar dari kita masih berada dalam pemahaman lama, mengenai apa itu pemimpin, yang selalu dan masih digambarkan sebagai super-hero dengan segala mistifikasi dan glorifikasinya. Sementara beberapa negeri yang maju, telah mulai menggeser peran-peran para super-hero tersebut pada munculnya pergerakan dari masyarakat itu sendiri. Sehingga di sini hasilnya merupakan pencampuran antara fakta dan fiksi yang begitu tumpang-tindih," ujarnya.
Secara khsusus, dalam teks promosi yang diunggah di akun facebooknya, Sunardian menulis bahwa buku yang diterbitkan oleh Penerbit Wiwara, 2014 ini merupakan sebuah memorabilia cerita-cerita politik sepanjang Pilpres 2014, yang menguliti sisi-sisi "kenapa Prabowo dan kenapa Jokowi".
Jadi, katanya, buku ini bukan merupakan hasil analisis politik melainkan buku yang berisi tentang kisah petualangan politik dari sisi kanan dan kiri, atas dan bawah, antara fakta dan fiksi. Kesemuanya ditulis ulang secara campur aduk khas Sunardian Wirodono.
Karena itu, lanjut, Sunardian, dalam buku ini akan ditemukan antara lain tulisan yang menimbulkan pertanyaaan, bagaimana mungkin Devi Kiriani bertemu dengan Mark Zuckerbergh, hingga mendapat wejangan dari murid Muso, tokoh PKI tua itu di Gunung Klothok, Kediri. Atau, bagaimana mungkin Dor dan Hashim Ponto mendengarkan pidato 1 Juni 1945 dari Bung Karno, dalam percintaan mereka di hutan perbatasan antara Indonesia dan Malysia di Kalimantan Barat.
"Ya semuanya sangat mungkin, karena antara fakta dan fiksi sangat cair dalam literacy politik di Indonesia," tegasnya. "Itu semua terekam di dalam buku 'Jokowi Undercover" ini," tambahnya.
"Tak pernah dalam sepanjang sejarah kepolitikan Indonesia, gairah
masyarakat negeri ini sebagaimana yang terlihat sekarang," ujarnya.
Buku Jokowi Undercover meramu semua itu dalam tulisan campur-aduk, penuh dengan kutipan media, yang disusun sedemikian rupa menjadi sebuah cerita politik dengan rentang perjalanan waktu Indonesia, dari sejak pemilu pertama 1955, hingga kejadian mutakhir sekarang ini.
Jadi ada fakta dan fiksi dalam buku ini, semua bercampur-baur menjadi satu, seperti sebuah kolase, karena yang lebih penting adalah impresi dalam pembacaan semua persoalan yang disodorkan dalam buku ini. Sebagai novel mungkin terlalu cerewet, tetapi ini memang tentang bangsa yang sangat cerewet, terutama para pemimpin dan para elitenya di semua sisi. Baik dari sisi pandangan paling kiri dan paling kanan dalam wacana dialog kita selama ini.
Menurut sang penulis buku seharga Rp 120.000 per eksemplar ini tidak dijual di toko buku, melainkan melalui pemesanan lewat online di email sunardianwirodono@yahoo.com, akun fb sunardian wirodono, atau melalui sunardian.blogspot.com.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar