Apakah tanggal 21 Agustus penting?
Sebenarnya tidak penting-penting amat, tentu bagi kita yang menganggapnya biasa
saja. Kecuali bagi yang berultah hari ini, atau mempunyai kenangan khusus
dengan mantan, atau bagi yang menyebutkan bahwa tanggal ini, hari ini, adalah
pertaruhan hidup dan mati. Apalagi yang taruhan.
Kalau menurut catatan sejarah Indonesia, pada 21 Agustus
1945 adalah hari dilakukannya perebutan kekuasaan maritim dari tangan Jepang,
yang dalam jaman Bung Karno diperingati sebagai Hari Maritim. Namun di jaman
Bung Harto dan seterusnya, tak pernah terdengar lagi mengenai hari maritim itu.
Entah juga kalau Jokowi lupa janjinya kelak, untuk menjadikan Indonesia sebagai
Negara maritim.
Namun pada tanggal ini juga, di tahun 1962, masyarakat
Indonesia untuk pertama kalinya diperkenalkan dengan yang bernama: televisi.
Pada waktu itu juga, di Indonesia sedang diselenggarakan Ganefo, Games of the
New Emerging Forces di Stadion Senayan. Bayangkan, tahun itu kita menjadi
pelopor untuk kekuatan The New Emerging Forces, sebagai tandingan PBB!
Dua hal itu, secara simbolik, untuk ziarah pemikiran,
sebenarnya menarik. Jauh lebih menarik daripada melihat bagaimana MNC Grup dan
TV-One, yang telah secara kriminal memakai televisi sebagai media provokasi.
Hanya untuk kepentingan kelompok kepentingan mereka semata, televisi milik
Harry Tanoe dan ARB, secara terstruktur, sistematis, dan massif, berjuang untuk
membangun konstruksi kebenaran menurut mereka. Jurnalisme mereka; perspektif
dibangun berdasarkan persepsi, bukan persepsi dibangun berdasarkan perspektif
sebagaimana mestinya kaidah obyektivitas sebuah media massa.
Untuk kepentingan 21 Agustus hari ini, televisi-televisi itu
benar-benar hanya menganggap bahwa
Prabowo Subianto adalah kebenaran mutlak. Pandangan kemutlakan itu
persis sebagaimana karakter Soeharto.
Kita tentu tak ingin Indonesia berjalan mundur, dengan 1945
sebagai titik kulminasi, dan kemudian makin menurun pada 1957, 1965, 1971,
1998, 2009, dan 2014 serta kelak. Para founding fathers and mothers telah
mencontohkan puncak-puncak pemikiran 1908, 1928, 1945, 1955.
Namun yang tak boleh dilupa, 21 Agustus 1998, adalah tanggal ketika Prabowo Subianto dicopot dari dinas kemiliterannya, karena dakwaan pelanggaran etik oleh Dewan Kehormatan Perwira. Dan pada tanggal yang sama, 16 tahun kemudian, Prabowo mengalami nasib serupa. Gugatan pilpresnya ditolak MK, dan kandaslah segalanya. Tentu makin tak muda untuk kembali dalam pilpres 2019, karena untuk tahun ini pun ia sudah dianggap generasi lanjut usia.
Maka, jika ia terus uring-uringan, barangkali bisa dimengerti, meski tak bisa dimaklumi.
Namun yang tak boleh dilupa, 21 Agustus 1998, adalah tanggal ketika Prabowo Subianto dicopot dari dinas kemiliterannya, karena dakwaan pelanggaran etik oleh Dewan Kehormatan Perwira. Dan pada tanggal yang sama, 16 tahun kemudian, Prabowo mengalami nasib serupa. Gugatan pilpresnya ditolak MK, dan kandaslah segalanya. Tentu makin tak muda untuk kembali dalam pilpres 2019, karena untuk tahun ini pun ia sudah dianggap generasi lanjut usia.
Maka, jika ia terus uring-uringan, barangkali bisa dimengerti, meski tak bisa dimaklumi.
"Saya percaya
bahwa segala sesuatu terjadi karena suatu alasan sehingga orang berubah, dan Anda
dapat belajar untuk melepaskan sesuatu yang salah, agar Anda menghargai mereka
ketika mereka benar,” itu kata Marilyn Monroe, yang bukan politikus. “You believe lies so you
eventually learn to trust no one but yourself, and sometimes good things fall
apart so better things can fall together,” katanya kemudian. Anda percaya kebohongan sehingga Anda
akhirnya belajar untuk tak mempercayai siapa pun kecuali diri Anda sendiri, dan
hal-hal baik kadang-kadang berantakan, sehingga hal-hal yang lebih baik lagi
bisa jatuh bersama-sama."
Sekiranya kita mau belajar dari sejarah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar