Sabtu, Februari 22, 2014

Golput Diberi Sanksi. Sanksi Apa?

Pemilu 1955. Pemilu Pertama di Indonesia. Demokratis dan Besih.
Tantowi Yahya, Wasekjen Partai Golkar, mengusulkan agar pemilih golput diatur dalam undang-undang sehingga bisa dijatuhi sanksi. Menurut Tantowi, sanksi terhadap kelompok golput perlu mulai dipikirkan lantaran ancaman golput di Indonesia cukup memprihatinkan. Kelompok golput katanya mengancam legitimasi para pemenang pemilu nantinya. Jika suara golput lebih banyak daripada suara dari caleg terpilih, sebut Tantowi, bisa jadi kepercayaan masyarakat terhadap lembaga parlemen akan semakin pudar.
Seperti diberitakan, hasil survei berbagai lembaga survei menunjukkan angka pemilih yang belum menentukan pilihan masih relatif tinggi. Seperti survei yang dirilis Pol-Tracking Institute pada Desember 2013, sebanyak 21 persen responden menyatakan tidak berminat berpartipasi dalam Pemilu Legislatif 2014 nanti. Untuk itu, bagi pemilih akan dikenakan aturan wajib memilih.
Apa yang disampaikan oleh Tantowi, sepertinya masuk akal, utamanya akal yang bodoh. Jika rakyat diwajibkan memilih, sementara wakil rakyat tidak wajib mewakili suara rakyat, tetapi lebih mewakili suara oligarki partai, hal itu bisa membuat jumlah golput akan lebih besar. Bagaimana bisa? Karena golput bukan berarti tidak peduli pada hak politik. Justeru masalah ini yang tidak terpenuhi dalam perimbangan yang disebut hak dan kewajiban. Hak Tantowi untuk mengatakan itu, namun apa kewajiban yang mesti disandangnya? Atau kita balik pertanyaannya, sebagaimana rakyat adalah pemegang kedaulatannya; Jika rakyat wajib memilih, apa saja hak-haknya yang semestinya menjadi kewajiban yang dipilih?
Selama kurun waktu 2009-2014, DPR menghabiskan anggaran Rp 11,8 triliun, sekitar 70 persen (Rp 8,3 triliun) untuk membiayai kegiatan anggota DPR. Namun apa prestasi wakil rakyat ini bagi rakyat pemilihnya sekaligus sebagai pembayar pajak yang membiayai seluruh sistem dan mekanisme penyelenggaraan demokrasi ini? Belum lagi kenyataan yang membuat ketidakpercayaan makin meningkat, karena tingkat produktivitas mereka yang rendah?
Mari kita lihat fungsi DPR seperti diamanatkan konstitusi, yaitu fungsi budgeting (anggaran), controlling (pengawasan), dan legislasi (pembuatan UU). Dari sisi anggaran, selama ini terlihat dan terbuktikan, DPR tidak memihak rakyat. Anggaran untuk subsidi dan kesejahteraan rakyat "dikalahkan" oleh anggaran untuk keperluan lain, atau justeru kesejahteraan bagi diri-mereka sendiri.
Dari sisi kontrol, semakin terlihat, betapa lembaga ini justeru menjadi bagian dari masalah. Kita tahu, banyak anggota DPR tersandung kasus korupsi. Alih-alih mengawasi eksekutif (pemerintah) untuk mencegah korupsi, yang terjadi malah justru kasus jual-beli, transaksi, dengan menggunakan berbagai kewenangan.
Dari sisi legislasi, DPR sangat miskin prestasi. Mereka tidak pernah bisa memenuhi target penyelesaian UU (tahun 2010, hanya 8 dari target 70 RUU Prioritas, tahun 2011 hanya 18 dari target 93 RUU; tahun 2012 hanya 10 dari 64 target RUU, tahun 2013 hanya mampu menyelesaikan pembahasan 7 dari 70 RUU). Persidangan-persidangan utama sering tidak kuorum, banyak terbengkelai, dan sering kualitas konstitusionalnya rendah, tetapi uang anggaran terus menggelontor untuk hal ini.
Belum lagi kita bicara soal gaji anggota DPR, dengan tunjangan dan lain-lain. Jika kita rata-rata gaji mereka Rp 60 juta per bulan, atau setara Rp 3,6 miliar per orang selama 5 tahun masa tugas, berapa duit dikeluarkan untuk 650 kepala di Senayan itu? Sementara pada sisi lainnya, apakah masing-masing anggota dewan memberikan laporan auditing ini kepada publik sebagai pembayar gaji mereka?
Selama partai politik hanya sebagai pencuri suara, di mana rakyat hanya diambil suaranya kemudian diputus hubungannya dengan partai politik, golput adalah kesadaran politik untuk tidak bersetuju dalam tipu-daya itu. Apalagi seperti di atur undang-undang, memilih adalah hak, yang artinya tidak memilih pun adalah hak.
Kecuali, partai politik memberi ruang partisipasi bukan hanya pada 5 menit untuk 5 tahun, melainkan bersama-sama ikut mengontrol wakil-wakil mereka yang telah duduk di kursi parlemen. Artinya ada sistem dan mekanisme yang memungkinkan rakyat mengawasi secara langsung, dan berhak untuk menentukan nasib wakil rakyat ketika mereka berkhianat atau tidak bekerja secara semestinya.
Selama ini, begitu caleg terpilih dan duduk di parlemen, partai kemudian membentuk fraksi-fraksi di parlemen, dan merekalah yang menentukan nasibnya. Jika seorang wakil rakyat performancenya buruk, ia bisa bertahan dan terus duduk aman karena partai melindunginya dengan mekanisme fraksi. Begitu juga ketika ada anggota legislatif berprestasi baik, belum tentu dia tidak digeser oleh partainya dengan alasan yang kita tidak tahu.
Demikian juga kasus seperti Ibas Yudhoyono, yang bisa mundur dari legislatif seenaknya, tanpa peduli dengan konstituennya yang percaya dan memilihnya sebagai wakil mereka. Dan kemudian yang duduk menggantikannya, bukan orang yang mereka kenal dan dipercaya oleh konstituennya. Masih agak mending jika wakil rakyat itu mendapat posisi yang lebih tinggi, atau lebih strategis dan operasional (di bidang eksekutif).
Tak adanya hubungan lagi antara wakil rakyat dengan rakyat yang diwakilinya, membuat tidak ada sanksi hukum apapun yang membuat wakil rakyat berkhidmat pada rakyat pemilihnya. Demokrasi 5 menit untuk 5 tahun, adalah demokrasi omong kosong. Sudah omong kosong, mereka minta semua orang untuk terlibat memilih, dan memberi sanksi pada mereka yang memilih golput. Mestinya, untuk proses perwakilan selama 5 tahun kerja, pemilih juga harus disertakan selama 5 tahun itu pula, tentunya melalui mekanisme yang membuat hal itu berjalan adil.
Apakah partai politik berani dengan perubahan ini? Dijamin tidak. Karena partai politik bagi mereka adalah lembaga-lembaga yang hanya mengatasnamakan publik tetapi mereka anggap merekalah pemilihnya. Dan akhirnya, arogansi para politikus dan anggota parlemen wakil rakyat ini, sama dengan para pejabat pemerintah. Yakni mereka lebih memposisikan sebagai aparat negara, pejabat negara, pembesar negara. Dan rakyat, mereka anggap sebagai obyeknya, bukan subyeknya.
Padahal?
Demkokrasi yang kita bangun, adalah demokrasi penelikung amanah rakyat. Dalam praksisnya, mereka bukan politikus, melainkan hanya para tikus-tikus yang menggerogoti negara atas nama rakyat.

7 komentar:

  1. Tantowi Yahya adalah Yudas Iskariot yang menjual gurunya untuk uang. Dia menempatkan dirinya kepada rakyat untuk menjual rakyat. Demokrasi sistem pemerintahan sekarang bukan demokrasi, perwakilan sekarang bukan perwakilan, perwakilan itu seharusnya orang-orang suruhan saja. Apakah seorang advokat yang mewakili kliennya menjadi penguasa kliennya? Padahal advokat itu dapat mewakili sebuah bangsa, kelompok, kelas (class action) atau individu tetapi filsafat mereka tidak pernah membuat advokat jadi pengausa klien. Demokrasi adalah demokrasi yang dilahirkan dari Revolusi Sosialisme seperti kata Soekarno dalam Pidato 17 Agustus 1963, ketika rakyat kita mengatur dan membagikan kekayaan mereka sendiri lewat kommune-kommune.

    “… Hey seluruh bangsa Indonesia tetap tegakkanlah kepalamu, jangan mundur, jangan berhenti, tetap derapkanlah kakimu di muka bumi! jikalau ada kalanya, saudara-saudara merasa bingung. Jikalau ada kalanya, saudara-saudara hampir berputus asa. Jikalau ada kalanya saudara-saudara kurang mengerti jalannya revolusi kita yang memang kadang-kadang seperti bahtera di lautan badai yang mengamuk ini. Kembalilah kepada sumber Amanat Penderitaan Rakyat kita yang coherent dengan conscious of man, kembalilah kepada sumber itu, sebab disanalah saudara akan kembali menemukan kembali realnya Revolusi… Lalu kita camkan pada rakyat perlunya Revolusi Sosialisme!.." Pidato Presiden Soekarno Genta Suara RI 17 Agustus 1963.

    BalasHapus
    Balasan
    1. saya kira bahwa golput adalah Hak setiap warga negara.....bahwa memilih dan tidak memilih adalah hak bukan kewajiban....Buat Tantowi : kalo membayar pajak dan bla..bla... adalah kewajiban.....kok malah dapat sangsi...malah gak semakin waras si politisi ini....

      Hapus
    2. saya kira bahwa golput adalah Hak setiap warga negara.....bahwa memilih dan tidak memilih adalah hak bukan kewajiban....Buat Tantowi : kalo membayar pajak dan bla..bla... adalah kewajiban.....kok malah dapat sangsi...malah gak semakin waras si politisi ini....

      Hapus
    3. saya kira bahwa golput adalah Hak setiap warga negara.....bahwa memilih dan tidak memilih adalah hak bukan kewajiban....Buat Tantowi : kalo membayar pajak dan bla..bla... adalah kewajiban.....kok malah dapat sangsi...malah gak semakin waras si politisi ini....

      Hapus
    4. saya kira bahwa golput adalah Hak setiap warga negara.....bahwa memilih dan tidak memilih adalah hak bukan kewajiban....Buat Tantowi : kalo membayar pajak dan bla..bla... adalah kewajiban.....kok malah dapat sangsi...malah gak semakin waras si politisi ini....

      Hapus
    5. saya kira bahwa golput adalah Hak setiap warga negara.....bahwa memilih dan tidak memilih adalah hak bukan kewajiban....Buat Tantowi : kalo membayar pajak dan bla..bla... adalah kewajiban.....kok malah dapat sangsi...malah gak semakin waras si politisi ini....

      Hapus
  2. saya AHMAD SANI posisi sekarang di malaysia
    bekerja sebagai BURU BANGUNAN gaji tidak seberapa
    setiap gajian selalu mengirimkan orang tua
    sebenarnya pengen pulang tapi gak punya uang
    sempat saya putus asah dan secara kebetulan
    saya buka FB ada seseorng berkomentar
    tentang AKI NAWE katanya perna di bantu
    melalui jalan togel saya coba2 menghubungi
    karna di malaysia ada pemasangan
    jadi saya memberanikan diri karna sudah bingun
    saya minta angka sama AKI NAWE
    angka yang di berikan 6D TOTO tembus 100%
    terima kasih banyak AKI
    kemarin saya bingun syukur sekarang sudah senang
    rencana bulan depan mau pulang untuk buka usaha
    bagi penggemar togel ingin merasakan kemenangan
    terutama yang punya masalah hutang lama belum lunas
    jangan putus asah HUBUNGI AKI NAWE 085-218-379-259
    tak ada salahnya anda coba
    karna prediksi AKI tidak perna meleset
    saya jamin AKI NAWE tidak akan mengecewakan










    BalasHapus

KARENA JOKOWI BERSAMA PRABOWO

Presiden Republik Indonesia, adalah CeO dari sebuah ‘perusahaan’ atau ‘lembaga’ yang mengelola 270-an juta jiwa manusia. Salah urus dan sala...