Komisi
III DPR-RI (ini komisi yang bangga banget disebut-sebut sebagai
macan-macan Senayan), akan berkunjung ke empat negara Eropa, yakni
Rusia, Inggris, Perancis, dan Belanda. Mereka akan melakukan studi
banding dalam rangka penyusunan RUU Kitab Undang-undang Hukum Acara
Pidana (KUHAP) dan RUU Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP).
Rancangan kedua RUU itu kini menjadi
perdebatan lantaran ada sejumlah pasal kontroversial, mulai dari soal
santet hingga penyadapan. Anggaran sebanyak Rp 15 milyar akan diludeskan
untuk hal ini.
Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat akan berangkat
keempat negara di Eropa untuk studi banding tentang sistem hukum di
negara-negara itu. Keempat negara itu yakni Perancis, Rusia, Inggris,
dan Belanda. Studi banding dilakukan dalam rangka persiapan RUU KUHP dan
KUHAP. Rombongan akan dibagi ke dalam empat kelompok dan akan berangkat
pada tanggal 14-16 April 2013. Setiap rombongan terdiri dari 15 orang.
Menurut Dimyati, jumlah rombongan itu sudah termasuk para staf ahli.
"Jangan salah. Santet itu bagian daripada sihir. Sihir di zaman nabi
sudah ada, di negara luar sudah ada. Ini perlu pengaturan-pengaturan,"
ucap Dimyati Natakusumah dari Fraksi PPP di Kompleks Parlemen, Senayan,
Jakarta, Jumat (Kompas.Com., 22/3/2013). Dimyati mengaku persoalan
santet dan penyadapan itu sebenarnya bisa dipelajari melalui penelitian
internet. "Tapi, kalau secara langsung kan lebih enak didengarnya dan
akuntabel," ujar Dimyati.
BANDINGKAN DENGAN CARA AHOK | Mari
kita bandingkan, dengan studi banding yang dilakukan Wakil Gubernur DKI
Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok, yang membuat gebrakan baru
lagi, bagaimana menghemat anggaran secara efektif dan efisien. Ahok
berdiskusi secara langsung dengan mahasiswa dan masyarakat Indonesia di
Belanda melalui sarana teleconference. Diskusi tersebut juga disiarkan
ke jaringan radio Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPI) di 40 negara dan
beberapa ahli bidang manajemen sumber daya air dari berbagai negara.
Apa yang dilakukan Ahok juga telah memukul logika studi banding yang
selama ini sering dilakukan oleh, terutama, DPR. Diskusi tentang
Penanganan Banjir Jakarta tersebut diinisiasi oleh Indonesia Diaspora
Network-Netherland, Ikatan Ilmuwan Indonesia Internasional, dan PPI
Dunia. Ahok seolah hendak menegaskan, bahwa studi banding tidak harus
dilakukan dengan mendatangi mereka. Ada skala prioritas jika cukup
dengan memanfaatkan teknologi informasi maka tak perlu ke luar negeri.
Meminjam istilah Andre Giddens, pen-jarak-an ruang dan waktu harus
dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya. Berapa miliar rupiah dihemat jika
banyak studi banding ke luar negeri dilakukan secara teleconference?
Beberapa studi banding memang harus datang secara langsung, itu
pengecualian jika memunyai skala prioritas.
Sangat besar dana APBN
dan APBD yang bisa dihemat di sini, dan hasilnya sama saja dengan studi
banding pola standar. Ini pukulan telak dari Ahok dan masyarakat
Indonesia di luar negeri, dalam rangka penghematan anggaran. Ahok hanya
salah satu bukti, untuk membedakan pemimpin berotak logis dan yang
berotak korupsi doang.
Itu sebabnya, mengapa rakyat Indonesia
(sekali pun bukan warga Jakarta) lebih mendukung Ahok, daripada
mendukung para gemblungers Senayan. Parlemen kita periode ini, adalah
yang terburuk, dilihat dari tingkat kehadiran mereka dalam
sidang-sidang, dan terutama pada rendahnya produktivitas mereka dalam
proses-proses legislasi.
Para gembluners Senayan lebih banyak
menjadi pengawas eksekutif tetapi sekaligus sebagai pemain anggaran.
Bahkan untuk hal-hal yang semestinya tinggal dikoordinasikan dengan
Presiden, mereka pun mesti masuk ke masalah teknis dan berurusan dengan
para Dirjen dan pihak-pihak swasta terkait proyek. Itulah kenapa
pengawasan diminati, karena itu bisa sebagai jalan korupsi, dan proses
legislasi hanya pada studi bandingnya saja, karena disitu juga bisa
piknik gratis.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
KARENA JOKOWI BERSAMA PRABOWO
Presiden Republik Indonesia, adalah CeO dari sebuah ‘perusahaan’ atau ‘lembaga’ yang mengelola 270-an juta jiwa manusia. Salah urus dan sala...
-
Catatan Tambahan: Tulisan ini sebenarnya saya tulis serius karena diminta oleh sebuah blog di Yogyakarta, yang bertagline; “Sedik...
-
UMAR KAYAM, lahir di Ngawi, Jawa Timur, 30 April 1932 dan meninggal di Jakarta, 16 Maret 2002 pada umur 69 tahun, seorang sosiolog, novel...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar