SENYUM
HATIKU , SENYUM
Amir Hamzah
Senyum
hatiku, senyum
gelak
hatiku, gelak
dukamu
tuan, aduhai kulum
walaupun
hatimu, rasakan retak.
Benar
mawar kembang
melur
mengirai kelopak
anak
dara duduk berdendang
tetapi
engkau, aduhai fakir, dikenang orang sekalipun tidak.
Kuketahui,
terkukursulang menyulang
murai
berkicau melagukan cinta
tetapi
engkau aduhai dagang
umpamakan
pungguk merayukan purnama.
Sungguh
matahari dirangkum segara
purnama
raya di lingkung bintang
tetapi
engkau, aduhai kelana
siapa
mengusap hatimu bimbang?
Diam
hatiku , diam
cubakan
ria, hatiku ria
sedih
tuan, cubalah pendam
umpama
disekam, api menyala.
Mengapakah
rama-rama boleh bersenda
alun
boleh mencium pantai
tetapi
beta makhluk utama
duka
dan cinta menjadi selampai ?
Senyap,
hatiku senyap
adakah
boleh engkau merana
sudahlah
ini nasip yang tetap
engkau terima di pangkuan bonda.
Tengku Amir Hamzah bernama lengkap Tengku
Amir Hamzah Pangeran Indera Putera (lahir di Tanjung Pura, Langkat, Sumatera Timur, 28 Februari 1911 – meninggal di Kuala Begumit,
20 Maret 1946) adalah seorang sastrawan Indonesia angkatan Pujangga Baru. Dari
lingkungan keluarga bangsawan Melayu
(Kesultanan
Langkat) dan banyak berkecimpung dalam sastra serta kebudayaan
Melayu.
Amir
Hamzah bersekolah menengah dan tinggal di Pulau Jawa pada saat
pergerakan kemerdekaan dan rasa kebangsaan Indonesia bangkit. Disitu ia
memperkaya dirinya dengan kebudayaan modern, kebudayaan Jawa, dan kebudayaan
Asia yang lain. Selama di Pulau Jawa, ia bergaul dengan tokoh pergerakan asal
Jawa, seperti Mr.Raden Pandji
Singgih dan K.R.T Wedyodiningrat.
Dalam
kumpulan sajak Buah Rindu
(1941) yang ditulis antara tahun 1928
dan tahun 1935, terlihat jelas
perubahan saat lirik pantun dan syair Melayu menjadi sajak yang lebih modern.
Bersama dengan Sutan Takdir
Alisjahbana dan Armijn Pane
ia mendirikan majalah Pujangga Baru
(1933). Oleh H.B. Jassin dianggap sebagai tonggak berdirinya angkatan sastrawan
Pujangga Baru.
Kumpulan puisi yang lain, Nyanyi Sunyi (1937), juga menjadi bahan rujukan
klasik kesusastraan Indonesia. Ia pun melahirkan karya terjemahan, seperti Setanggi
Timur (1939), Bagawat Gita (1933), dan Syirul Asyar (tt.).
Amir Hamzah terbunuh dalam Revolusi Sosial
Sumatera Timur yang melanda pesisir Sumatra bagian timur (Kuala
Begumit, 1946) di awal-awal tahun Indonesia merdeka, dimakamkan di pemakaman
Mesjid Azizi, Tanjung Pura,
Langkat. Diangkat menjadi Pahlawan Nasional Indonesia, berdasarkan
SK Presiden RI Nomor 106/ tahun 1975, tanggal 3 November 1975.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar