Konon, menurut sahibul bokis, tanpa sengaja, adalah tiga makhluk aneh bernama Eksekutif, Legislatif, dan Yudikatif, tersesat di hutan raya gelap-gulita. Konon bapak mereka, yang bernama Montesqiue, tak bertanggung jawab mengasuhnya.
Namun, karena kebijaksanaan dongeng, di tengah hutan gelap-gulita itu, ketiganya ndilalahnya ndilalah menemukan botol kosong di salah satu sudut ruang sidang banggar bernilai 20 milyar. Entah bagaimana di hutan gung liwang-liwung bisa terdapat ruang sidang yang aneh itu. Entah juga bagaimana bisa terdapat sebuah botol bir. Namanya juga dongeng, mau kayak gitu, nggak mau ya, ayo demo!
Ketika dibaui, memang bau bir, meski Cuma setitik. Siapa yang ngebir di ruangan mulia itu? Dan kenapa mesti memabukkan diri, adakah pusing memikirkan negara atau jabatannya yang terancam? Ini termasuk salah satu rahasia negara, yang Indoleaks pun belum menciumnya.
Eksekutif dan Legislatif pun berebut membuka tutup botol. Siapa tahu, setitik bir bisa membuka pikirannya, karena selama ini dengan setitik nila pun sudah tak mempen.
Eh, sudenly bin tiba-tiba, "Buuuuzzzzzzzzzz,..." muncullah asap tebal bagaikan muntahan abu vulkanik dari Gunung Merapi.
"Huahahahahahahaha,... Baik, cukup sudah!" bentak Jin yang tiba-tiba keluar dari botol bir itu. Tapi sekali pun membentak, tetap kudu ketawa ngakak dulu, persis fesbuker.
Eksekutif dan Legislatif terjengkang jatuh. Mereka melihat sekeliling. Untung tak ada yang melihatnya. Mereka cuma melihat Yudikatif ngekek, sepertinya senang sesama elite terjengkang.
Jin yang buesar sekali itu, jika diperhatikan baik-baik, bentuk tubuh dan wajahnya benar-benar mirip pemeran iklan Rosa! Rosa!
"Ini keempat kalinya dalam bulan ini orang menggangguku!” berkata Jin mirip Mbah Maridjan itu dengan marah, “Aku begitu marah, sampai aku hanya akan memberimu satu permintaan, dan bukannya tiga seperti dongeng-dongeng jadul itu! Jadi ayolah, ayo! Katakan apa yang kau inginkan, dan jangan membuang waktuku seharian!"
Makhluk aneh bernama Eksekutif, seperti biasa berkata cepat, melebihi pikirannya yang selalu lambat, "Yah, saya akhir-akhir ini selalu bermimpi, bagaimana Kabinet kami, beserta presiden dan keluarganya tentu, mempunyai lorong rahasia, yang langsung bisa menghubungkan kami ke luar negeri, ke Swiss atau ke mana saja deh, yang sulit terjangkau hukum negara kami,..."
Legislatif menimpali, "Saya sendiri juga pengin, bagaimana rakyat tidak lagi,..."
"Stop!" Mbah Maridjan, eh, Jin itu menukas perkataan Legislatif, "kubilang hanya satu permintaan, kamu ngerti hukum enggak sih Leg! Ini hanya satu permintaan, bagaimana kalian bisa bersatu, bersatu dalam permintaan saja sulit! Sok demokratis, asal beda! Emangnya kalau beda itu demokrasi? Politik macam apa itu, bar-bar banget! Demokrasi kok asal beda, asal nggak setuju, asal membantah, asal bertengkar, asal berdebat, asal aneh, asal teoritis,..."
Sang jin malah sibuk memberi ceramah politik.
Eksekutif dan Legislatif terdiam. Yudikatif lirak-lirik dan cengar-cengir melihat dua sohibnya kena damprat guru politiknya. Baru kali itu ada yang berani membentak mereka, syukurin!
Yudikatif (masih saudaranya Yudi Latief, 'pa ya?) pun sebenarnya jiper. Tapi dia diam saja. Kalau rakyat sih, kata hati Yudikatif, saya masih berani melawan. Lha ini jin, sesembahan beta?
Jin pun melanjutkan ngomyangnya, "Permintaanmu itu, amatlah sangat sulit! Sulit pitik! Kamu mesti juga tahu, bukan hanya mahasiswa, tetapi penumpang gelap perubahan, juga punya cara makin canggih. Bahkan, sekarang masing-masing kelompok kepentingan, bisa berhubungan langsung dengan agen-agen di luar negeri, dengan Amerika terutama. Mereka pasti juga telah berpikir, bahwa kalian akan melakukan hal itu. Di negeri anehmu ini, perubahan politik ternyata juga bisa diproyekkan. Disiapkan proposal dan disimulasikan. Dan kamu minta aku melawan mereka? Kamu pasti bercanda! Itu sama sekali sesuatu yang tidak akan mudah dilakukan oleh sebangsa jin sekali pun! Pikirkan permintaan lain!"
Kecewa, amat kecewa, Eksekutif dan Legislatif terdiam. Mereka berunding, berusaha keras untuk memikirkan permintaan lain.
Akhirnya setelah kasak-kusuk, Eksekutif dan Legislatif meminta Yudikatif yang ngomong, "Yud, ayo dong ngomong, sekali pun nggak mutu!"
"Baiklah, jadiiii,..." Yudikatif langsung 'main jadi' saja, seperti ciri pidato orang-orang pinter, "kami hanya ingin semua rakyat negeri yang pernah kami layani dalam masa tugas kami, yang menuding bahwa kami tidak peka, budeg, bisu, tuli, itu fitnah. Kami berusaha dan berusaha untuk menyenangkan mereka, namun tidak ada yang berhasil. Kami sudah bekerja 27 jam sehari semalam. Kami tidak tahu di mana kesalahan kami. Jika kami hanya boleh satu permintaan saja, satu permintaan kami ialah, bagaimana caranya untuk mengerti rakyat, tahu bagaimana sebenarnya perasaan mereka ketika mereka membisu pada kami. Tahu mengapa mereka menangis. Tahu apa yang mereka inginkan, ketika mereka tidak memberitahu kami, apa yang sebenarnya mereka inginkan. Kami ingin tahu, apa yang membuat rakyat benar-benar bahagia,..."
Sunyi. Senyap.
Tak ada suara.
Kemudian Jin itu berkata, nyaris berbisik, sangat perlahan, "Eksekutif dan Yudikatif, kalian tadi menginginkan lorong rahasia ke luar negeri? Ke Swiss atau ke mana gitu? Katakan padaku segera, lorong itu full-AC, berjalur dua atau empat?"
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
KARENA JOKOWI BERSAMA PRABOWO
Presiden Republik Indonesia, adalah CeO dari sebuah ‘perusahaan’ atau ‘lembaga’ yang mengelola 270-an juta jiwa manusia. Salah urus dan sala...
-
Catatan Tambahan: Tulisan ini sebenarnya saya tulis serius karena diminta oleh sebuah blog di Yogyakarta, yang bertagline; “Sedik...
-
UMAR KAYAM, lahir di Ngawi, Jawa Timur, 30 April 1932 dan meninggal di Jakarta, 16 Maret 2002 pada umur 69 tahun, seorang sosiolog, novel...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar