Selama ini, pemberitaan media masih juga menyodorkan pandangannya yang a-politis, mereka tak mengerti dan terkejut dengan tepilihnya Abraham Samad sebagai Ketua KPK 2011-2015.
Pandangan itu bukan hanya a-politis, melainkan bentuk dari kemalasan (atau ketidakpekaan) dalam membaca arah politik. Padahal, semua orang juga tahu, entitas DPR adalah lembaga politik. Tidak pernah terbukti lembaga ini sebagai perwujudan dari kepentingan rakyat, karena oligarki parpol hanya memakai rakyat sebagai atas nama.
Dari sejak penolakan DPR soal pemeringkatan Pansel Capim KPK, disitu DPR telah bermain politik, hingga mereka mempersoalkan kesalahan (yang memang kecerobohan fatal) soal administratif yang kebetulan menimpa Abraham Samad.
Dukungan pada Bambang Widjojanto, untuk masuk empat besar versi DPR, hanyalah sebuah taktik, dari strategi besar mereka dalam menjatuhkan tokoh ini dengan selisik telak 43 suara untuk AS dan 4 untuk BW dalam pemilihan Ketua KPK. Mayoritas anggota Komisi III DPR hanya ingin mengirimkan sinyal, bahwa BW bukanlah nama yang dipilih, namun DPR juga tak ingin dituding mendepak BW secara terang-terangan. Sebagaimana DPR juga tak ingin dituding mendepak Busyro Muqodas, ketika secara tendensius mereka meminta ketegasan BM, apakah masih bersedia menjadi pimpinan KPK (padahal, semua orang juga mengetahui, bahwa keputusan MK mengenai posisi BM jelas, ia adalah orang yang terpilih untuk menggantikan Ketua KPK Antasari Azhar, dan itu berlaku hingga 2014), artinya, semestinya yang dicari adalah unsur pimpinan KPK lainnya yang memang sudah harus berakhir jabatannya Desember 2011. Namun, jangankan Pansel Capim KPK, MK pun bukan lembaga yang ditakuti oleh DPR, karena mereka mengatakan tak ada kewajiban mengikuti keputusan MK, sebagaimana dikuatkan Ketua DPR Marzuki Ali, kewenangan MK itu melampaui Tuhan!
Hasil Pansel Capim KPK, yang diketuai Patrialis Akbar, S.H., M.H. (Menkunham waktu itu), dengan wakil ketua; 1. Irjen Pol (Purn) Drs. M.H. Ritonga; 2. Dr. H. Soeharto, S.H., M.H.; sekretaris (merangkap anggota) : Dr. H. Ahmad Ubbe, S.H., M.H., APU; dengan anggota: Prof. Rhenald Kasali, Ph.D; Prof. Dr. Ichlasul Amal, MA; Prof. Dr. Tb. Ronny R. Nitibaskara; Prof. Dr. Saldi Isra, S.H.; Erry Riyana Hardjapamekas; Akhiar Salmi, S.H., M.H.; Amir Hasan Ketaren, S.H.; Dr. Imam Prasodjo, MA; Deliana Sajuti Ismudjoko, S.H., sama sekali tidak ada harganya, karena dari pemeringkatan itu, justru DPR memilih tiga orang yang menempati rangking di luar empat besar (kecuali dengan taktik DPR tetap memakai Bambang Widjojanto yang menempati peringkat pertama dari Pansel, tapi kemudian "dijatuhkan" dalam pemilihan ketua oleh DPR). Semestinya, pemilihan KPK ke depan, tidak dilakukan oleh DPR, melainkan jika mau membuat terobosan, dilakukan oleh MPR, atau lembaga independen sehingga bisa dilepaskan dari kepentingan politik.
Orang banyak juga berpendapat, tampaknya KPK akan dijadikan alat mayoritas anggota DPR, untuk menggulingkan SBY-Boediono lewat desakan kasus Bank Century. Apalagi, dengan inosennya, Samad menyatakan akan mundur jika dalam satu tahun tak ada kasus yang bisa diselesaikan. Kasus besar itu, antara lain tentu, kasus Century.
Benarkah demikian? Penuntasan kasus Bank Century, tidaklah semudah keyakinan Misbakhun dan para pengincar SBY melalui kasus ini. Justeru karena itulah, sekali lagi sebagai entitas politik, mayoritas DPR sebagai pewakilan parpol, akan memakai kasus Century sebagai sandera politik bagi SBY. Tujuannya, lebih pada keuntungan masing-masing parpol (khususnya Golkar) dalam skenario penyuksesan pemenangan mereka dalam Pemilu 2014.
KPK sendiri, tetap tak akan bisa berbuat banyak, karena di sektor internal mereka, konfigurasi kepemimpinan collective & collegial mereka, sudah diadudomba sedemikian rupa oleh kepentingan politik DPR. BW dan BM, tidak akan mempunyai arti apa-apa dalam kondisi psikologis seperti itu.
Dari hasil pemeringkatan Pansel Capim KPK semula kita berharap (Busyro tetap sebagai Ketua, didampingi BW, Yunus Husein, Abdullah Hehamahua, dan Handoyo Sudrajat), akan mendapatkan KPK yang independen. Namun dengan hasil godogan DPR ini, KPK akan menjadi lebih buruk.
Mahkamah Konstitusi, Senin 20 Juni 2011, memutuskan bahwa jabatan Busyro Muqoddas sebagai Ketua Komisi Pemberantasan Konipsi (KPK) berlaku selama empat tahun. "Menyatakan mengabulkan permohonan para pemohon untuk seluruhnya," kata ketua majelis hakim konstitusi, Moh Mahfud MD, saat membacakan amar putusan di Jakarta.
Mahkamah Konstitusi menyatakan Pasal 34 Undang Undang KPK bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945 sepanjang tidak dimaknai bahwa pemimpin KPK, baik pemimpin yang diangkat secara bersamaan maupun pemimpin pengganti yang diangkat untuk menggantikan pemimpin yang berhenti dalam masa jabatannya memegang jabatan selama empat tahun, dan sesudahnya dapat dipilih kembali hanya untuk sekali masa jabatan.
Menurut Mahfud yang didampingi delapan haldm konstitusi, permohonan uji materi UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK yang dimohonkan oleh ICW dan beberapa aktivis terkait jabatan Busyro memiliki kedudukari hukum (legal standing).
Namun seperti ditengarai sebelumnya, Peneliti Divisi Korupsi ICW Abdullah Dahlan mengimbau DPR taat terhadap putusan hukum Mahkamah Konstitusi (MK) soal masa jabatan Ketua KPK Busyro Muqoddas. Sesuai keputusan MK, masa jabatan Busyro ditetapkan empat tahun.
Sehingga jumlah calon pimpinan (capim) yang diserahkan pemerintah sebanyak delapan orang untuk mengisi empat jabatan pimpinan KPK. "Ini DPR memaksakan pembelajaran etika buruk kepada publik, untuk tidak konsisten mematuhi putusan MK," kata Abdullah di Rumah Perubahan, Jakarta, Selasa (11/10/11).
BM mungkin saja dianggap lemah dan lamban. Tapi BM memiliki integritas yang terukur, tegas dan berani. Hanya ia bukanlah pemimpin yang flamboyan, sebagaimana tampaknya justeru itulah yang akan muncul dari Samad. Samad yang mengritik pimpinan KPK jangan seperti artis sinetron, tapi ia tidak konsisten, dengan tidak memberlakukan hal itu untuk dirinya. Kemunculannya di media selama ini, tidak substansial, dan ia ternyata menikmati euforia media itu. Ia tidak menolaknya.
Berbagai pernyataannya, justeru menciptakan blunder dalam internal KPK itu sendiri. Lagi pula, sekali pun ia Ketua, bukan berarti KPK adalah miliknya. Itu yang membuat di bawah BM, KPK lebih kelihatan tangguh, meski tentu Samad juga harus ditunggu untuk membuktikan kata-katanya. Meski pun itu meragukan. Karena bisa diduga, Samad tidak akan mundur, meski ia sama sekali tak bisa membuktikan ucapannya. Samad diperlukan, agar justeru barisan koruptor leluasa menyandera KPK.
Dan itu artinya, DPR akan lebih diuntungkan, karena rakyat mempunyai sasaran tembak yang lain. Hingga bola reborn untuk melakukan korupsi, bisa dilakukan dengan tenang oleh Senayan, sembari juga menyodorkan kasbon politik 2014 pada SBY!
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
KARENA JOKOWI BERSAMA PRABOWO
Presiden Republik Indonesia, adalah CeO dari sebuah ‘perusahaan’ atau ‘lembaga’ yang mengelola 270-an juta jiwa manusia. Salah urus dan sala...
-
Catatan Tambahan: Tulisan ini sebenarnya saya tulis serius karena diminta oleh sebuah blog di Yogyakarta, yang bertagline; “Sedik...
-
UMAR KAYAM, lahir di Ngawi, Jawa Timur, 30 April 1932 dan meninggal di Jakarta, 16 Maret 2002 pada umur 69 tahun, seorang sosiolog, novel...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar