Belum lama lalu, di Jakarta, ada ajakan dari kelompok LGBT untuk
golput. Mereka tak peduli siapa presidennya. Dalam waktu hampir bersamaan, di gedung
yang dipercaya sebagai ruang perjuangan demokrasi, hukum dan ham, seorang
berlatar HTI meneriakkan hal yang sama. Ajakan golput karena dua capres tak ada beda.
Senyampang itu, bertebaran pernyataan klasik mereka: Golput
bukan tindak pidana, bukan kejahatan. Ya, iyalah, semua orang sudah tahu hal
itu (kecuali yang belum tahu). Tapi ketika ada ormas, komunitas atau sekelompok
orang menamakan; ‘Koalisi Masyarakat Sipil”, kadang terbersit pertanyaan,
masyarakat sipil yang mana? Dalam berorganisasi pun kita masih suka melakukan
klaim-klaim sepihak, mengabaikan esensi demokrasi juga (sementara kalau kita
membicarakan soal golput, dituding sensi).
Sama dengan klaim-klaim yang menyebut diri Front Pembela
Islam, Islam yang mana? Demikian juga misal penamaan Forum Umat Islam, Perkumpulan
Orang Sunda, dan lain-lain. Apalagi jika ternyata hanya untuk mendukung agenda
atau tujuan satu orang semata. Penamaan kelompok, ormas, dengan nama yang
seolah mewakili kepentingan publik, adalah juga bagian dari politik identitas
yang sering dikritik itu.
Memilih dan tidak memilih, atau memilih tak memilih, itu
bebas dalam demokrasi. Namun berkampanye untuk golput menurut saya norak.
Apalagi kalau itu disuarakan oleh ormas atau LSM, karena mereka juga bagian
yang ikut menyebabkan kenapa demokrasi tidak atau belum dipercaya, dalam
konteks konstruksi civil society.
Yang lebih celaka lagi, berserikat untuk mengkampanyekan
golput adalah aneh, apalagi dengan mengatakan yang terlibat dalam demokrasi
(capres siapapun misalnya) tidak kapabel. Lantas yang paling kapabel dan bisa
dipercaya siapa? Mereka? Ini sama persis dengan yang percaya khilafah, bahwa
demokrasi adalah toghut. Yang kanan dan yang kiri akhirnya bersatu, bahkan
sebagian ada yang tergoda, jika Prabowo menang lebih gampang menyetirnya
daripada Jokowi. Kalau golput meningkat, akan lebih menggerus suara Jokowi dan menguntungkan lawannya, begitu teori yang dikembangkan.
Apakah ini ciri kita, nabok nyilih tangan, lempar batu
sembunyi tangan, sebagaimana Soeharto melakukan kudeta merangkak? Bermain di
belakang layar? Sebagaimana proxy war yang kini dikembangkan kekuatan dari luar
untuk Indonesia?
Pragmatisme, oportunisme, juga comformisme dalam politik,
hanya memakai golput sebagai taktik. Bukan sebagai ideologi murni (gerakan sadar dan personal), tetapi lebih
karena ia menjadi anti demokrasi dengan menyebutkan demokrasi masih buruk,
tidak bisa dipercaya. Agak mirip dengan yang meyakini khilafah; Demokrasi bukan
hanya masih buruk, melainkan sangat buruk. Bukan berdasar hukum Tuhan melainkan
hanya hukum manusia biasa.
Dalam UU nomor 7/2017 tentang Pemilu, sudah dijelaskan golput
bukan pelanggaran pidana. Ya, lantas kenapa masih koar-koar soal golput, seolah
hanya mereka yang tahu bahwa golput tak melanggar hukum? Persoalannya bukan
melanggar hukum atau tidak (karena sudah jelas aturannya), tapi ngapain
gembar-gembor soal golput? Ini gerakan politik untuk golput, atau
mendelegitimasi demokrasi?
Dalam masyarakat impersonal, sistem sosial kita tidak
cukup kuat. Disiplin masyarakat juga rendah. Kelompok-kelompok kekuatan
masyarakat, juga tak memiliki ideologi yang jelas. Jadilah berhenti sebagai
klaim-klaim emosional. Kualitas mereka menjadi sama saja dengan objek kritik mereka.
Orang yang berkilah atas nama kepentingan.
Sering kita begitu toleran pada orang-orang pinter, yang tak
jauh beda dengan pemakai bendera agama, bendera kampus, bendera partai, bendera
bedil, bendera parlemen, bendera dsb. Sayangnya, terbiasa ngomong sendiri-sendiri.
Dan paling merasa benar sendiri. Apakah ada jaminan orang-orang ini kalau
berkuasa menjadi lebih baik? Tak ada jaminan, sejarah kekuasaan sudah
membuktikan.
Pada kenyataannya, tak ada sebuah kelompok yang
betul-betul terorganisasi dan mempunyai agenda perubahan. Tidak ada kelompok
organisasi yang disiplin. Apalagi kita terlalu dipengaruhi yang disebut gossip
politik bernama teori konspirasi.
Daripada teriak-teriak soal golput, kenapa tidak
mengorganisasi masyarakat, mengedukasi masyarakat, agar memiliki pengetahuan, keberanian,
inisiatif, di samping daya kritis untuk menjaga kinerja pemerintahan? Apalagi kelak,
kita mungkin tak perlu lagi parlemen, ketika gadget mengambil alih semua advokasi
dan assesment masyarakat ke dalam genggaman tangan masing-masing person.
Lagi pula aneh, bangga menjadi golput tetapi minta
suaranya didengar. Padahal suara itu adalah suara yang tidak mempercayai
lembaga yang membuatnya golput. Pusing ‘kan? Mana lebih dulu ayam dengan telor?
Politik bisa membelokkan jawabannya, tetapi ilmu pengetahuan dengan tegas kini
bisa menjawabnya, lebih dulu ayam!
Mau golput mau tidak, tidak penting. Tapi jika boleh pesen,
jadilah golput yang logis. Golput yang tidak baperan. Golput baperan itu golput
kawe. Sama nilainya dengan mereka yang tak percaya demokrasi tapi minta jatah
kekuasaan. Atau bahkan memakai cara bergolput untuk tujuan revolusioner mereka.
Persoalannya pada sikap, atau cara bersikap. Dan itu pilihan
yang dihadapi masyarakat sebuah negara. Bersikap terhadap partai adalah
bersikap terhadap demokrasi, pemilihan umum. Sebagaimana sebaliknya bersikap
terhadap pemilihan umum adalah juga bersikap terhadap partai.
Pertanyaannya kemudian, apakah harus diboikot pemilihan
umum, agar tidak melahirkan birokrasi baru yang sama bodoh atau teruknya?
Mengambil jalan ini, akan semakin jauh rasanya dari pembelaan nilai-nilai
republikan, untuk membentuk lembaga politik sembari menjaga martabat. Semakin
jauh pula dari nilai demokratik, yaitu berusaha menjaga kepastian, bahwa suara
seorang pemilih, ikut serta dalam proses mengambil keputusan yang menyangkut
dirinya.
Semua yang kita kerjakan selama ini adalah menemukan yang
tidak mungkin ditemukan, yaitu demokrasi. Namun siapa tahu, tindakan waktu mencari
itulah, entah itu membangun partai, memilih, mendidik para pemilih, voter’s
education, membedakan mana politikus busuk dan tidak, menjadi tujuan dalam diri
kita sendiri, dan sambil menjalankannya menyuburkan lahan demokrasi.
Saya bukan penentang golput, tapi saya menentang (golput
atau bukan) yang mendeligitimasi demokrasi, tapi tak mampu menyodorkan
alternatif, kecuali hanya menyodorkan dirinya sebagai ganti kekuasaan.
Pernyataan bahwa demokrasi ini buruk, sementara yang baik seperti apa juga tak diketahuinya,
hanya menunjukkan sebagai kelompok pecundang yang ingin menjadi pahlawan.
Kalau mau jadi golput yang baik, mungkin bisa meniru poster golput 1971 yang dilakukan Arief Budiman, 'Golput, Penonton yang Baik', bukannya mencuri di tikungan atau menggunting dalam lipatan.
Saya telah berpikir bahwa semua perusahaan pinjaman online curang sampai saya bertemu dengan perusahaan pinjaman Suzan yang meminjamkan uang tanpa membayar lebih dulu.
BalasHapusNama saya Amisha, saya ingin menggunakan media ini untuk memperingatkan orang-orang yang mencari pinjaman internet di Asia dan di seluruh dunia untuk berhati-hati, karena mereka menipu dan meminjamkan pinjaman palsu di internet.
Saya ingin membagikan kesaksian saya tentang bagaimana seorang teman membawa saya ke pemberi pinjaman asli, setelah itu saya scammed oleh beberapa kreditor di internet. Saya hampir kehilangan harapan sampai saya bertemu kreditur terpercaya ini bernama perusahaan Suzan investment. Perusahaan suzan meminjamkan pinjaman tanpa jaminan sebesar 600 juta rupiah (Rp600.000.000) dalam waktu kurang dari 48 jam tanpa tekanan.
Saya sangat terkejut dan senang menerima pinjaman saya. Saya berjanji bahwa saya akan berbagi kabar baik sehingga orang bisa mendapatkan pinjaman mudah tanpa stres. Jadi jika Anda memerlukan pinjaman, hubungi mereka melalui email: (Suzaninvestment@gmail.com) Anda tidak akan kecewa mendapatkan pinjaman jika memenuhi persyaratan.
Anda juga bisa menghubungi saya: (Ammisha1213@gmail.com) jika Anda memerlukan bantuan atau informasi lebih lanjut
Are you blacklisted? Struggling to get a personal loan? Has your application been DECLINED due to Low Credit Score? Over COMMITTED? Affordability? But you know you can afford this loan. Loans Approved in 4hours, you can email us at opploansLLC@gmail.com
BalasHapusNames:
Occupation:
Loan Amount Needed:
Loan Duration:
Your Country:
Mobile NO:
Purpose Of Loan:
Email Address:
monthly income:
Sex:
Age:
Opportunity Financial, LLC