Apa yang dimaksudkan Menhankam tentang Bela
Negara? Bela Negara bukan wajib militer tapi materi latihannya militeristik. Anak-anak
muda diperbatasan akan diberi latihan menggunakan senjata. Celakanya, yang
tidak setuju sila angkat kaki dari NKRI.
Mengapa di jaman revolusi mental ini justeru kita balik
lagi ke jaman Mbah Harto? Memangnya kemerdekaan Indonesia, atau bela Negara, hanya
aktivitas fisik? Memangnya Negara ini dulu didirikan atas perjuangan bersenjata
atau militer thok?
Makin lama saya kasihan pada Jokowi. Ia semakin sendirian
dan makin tidak artikulatif. Orang-orang di sekitarnya tidak bisa mengelaborasi
dan memformulasikan apa yang penting dan tak penting. Tetapi apapun,
terpilihnya Jokowi sebagai presiden adalah proses yang kita jalani bersama. Dan itu sudah menjadi keniscayaan.
Jika kita kecewa, lantas kita kudeta, turunkan di tengah
jalan? Sembari gebugi terus, lewat permainan kurs dollar oleh orangnya Si Polan? Tangan kanan membayari
orang membakar hutan tapi tangan kiri menaboki Jokowi, sembari mencaci-maki lamban antisipasi? Bahkan
terus saja diserang dengan isyu agama dan komunis, seolah kita salah pilih dan terkena kutukan? Sementara
parlemen terus berjuang bagi kepentingannya sendiri, meminta pengawasan atas lembaga
lain, tapi menutup diri untuk diawasi?
Setahun sudah semua itu berjalan, sejak Jokowi jadi presiden tepatnya. Seolah Negara hanya
mainan kekuasaan dan keuangan yang mahaesa. Tanpa mengingat persoalan
menggurita itu sudah sejak Sukarno, Soeharto, hingga SBY. Pertumbuhan kualitas
SDM dan ekonomi kita, bukan sejak setahun lalu. Tingginya indeks korupsi dan
utang luar negeri, juga bukan baru kemarin. Sejak dulu kala, dan semua itu makin
bertumpuk, karena kualitas birokrasi yang memburuk, dan para kabir (kapitalis-birokrat) busuk sebagai raja-raja kecil.
Kapankah Indonesia ini pernah tak belibet, dan mampu
mensejahterakan rakyatnya? Belum pernah ada fakta. Yang nyata, penguasa dan kekuasaan
elite selalu mengelabui rakyat. Tidak semuanya tentu, tetapi kalau angkanya
tidak semakin turun, peradaban hanyalah slogan. Kita tak pernah bisa membangun sistem dan mekanisme yang bersifat partisipasi. Semuanya hanya bicara antisipasi.
Ataukah kita senang, jika Negara Indonesia ini hancur,
jatuh di tangan asing atau militer? Demokrasi kita sudah remuk sejak semula,
tetapi orang pintar, orang jujur, orang tulus, tampaknya merupakan elemen yang
terpisah-pisah. Antarorang pintar saja begitu susah membangun saling percaya, apalagi
bersinergi melakukan konsolidasi dan aliansi.
Siapa dulu yang menyangka Jokowi bakal jadi presiden?
Orang-orang pintar, para aktivis demokrasi atau kaum pergerakan, tak ada yang
percaya. Tetapi ketika semua itu terjadi, dan penolakan atas Jokowi terus
berlangsung sampai kini, dengan berbagai cara, kaum pergerakan selalu saja
terlambat tiba.
Jokowi adalah simbol hati-nurani yang gagap dalam
menghadapi kenyataan-kenyataan penuh perlawanan hari ini. Sebagaimana kita juga selalu gagap dalam menghadapi setiap perubahan. Bahkan perubahan di mana kita ikut serta merancangnya.
Jika Jokowi sendirian,
adalah wajar ketika orang berkomplot hendak melenyapkan. Siapa sih yang tidak
suka dengan situasi masa lalu, ketika Soeharto hingga SBY melakukan pembiaran
atas perilaku birokrasi yang korup? Secara sadar dan tidak, kita menempatkan
Jokowi sebagai musuh bersama hari ini. Hati nurani kita seolah tertutup untuk menjadikannya sebagai kawan bersama.
Sementara media, yang konon sebagai alat demokrasi
ke-empat, hanya terompet yang mengacaukan situasi. Pers kemudian hanya boneka
mainan para pengincar kekuasaan karena modal. TV dan media online, sebagai
referensi dominan hari ini, menunjukkan hal itu.
Saya kira, Menhankam perlu membaca ulang konsep revolusi
mental atau nawacita, jika tak hendak disebut rencana bela Negara hanya proyek
ekonomi daripada nganggurin anggaran Negara.
Konsep bela-negara akan lebih sexy, jika Menhankam mau
merekrut setidaknya 6 orang terlatih untuk satu desa. Jika di Indonesia ini ada
72.944 wilayah administrasi desa dan 8.309 wilayah
administrasi kelurahan, maka sebanyak 81.253 wilayah akan membutuhkan 487.518
pemuda terlatih sebagai tenaga pendampingan.
Rekrut sarjana penganggur atau
anak-anak muda terdidik, latih dan kader mereka menjadi pendamping desa, untuk menggulirkan
anggaran desa yang macet gegara takut ditangkap KPK!
Sebagai bela-negara, itu lebih
strategis dan mendesak, untuk bisa menggerakkan sektor ekonomi mikro, sebagai
penyeimbang ketergantungan akan pasar dollar. Jokowi mestinya juga bisa menjadi kawan kita bersama. Artinya, ia juga harus membuka diri
kepada berbagai eksponen dan komponen, secara terbuka. Bukan hanya terpesona pada
persona semata, yang gampang ditumpangi agenda ganda.
Menjadi kawan bersama, adalah juga dalam rangka bela negara itu. Sama-sama mencencang bahu, menyingsingkan lengan baju. Sekiranya mau. Bukannya malu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar