Sabtu, Januari 03, 2015

Tahun yang Baru dan yang Lama

Hari ini, Kamis Kliwon, 1 Januari 2015, atau 10 Maulud 1948 Ehe yang berada dalam wuku langkir pada kalamangsa kapitu (7), ialah hari pertama pada tahun 2015. Apa istimewanya? Sebagai penanda waktu, keistimewaannya ialah ia yang pertama kali menyudahi tahun 2014. Tak ada tanggal lain selain 1 Januari itu yang bisa menyudahi 31 Desember.
Penting? Tidak sih, terutama bagi kita yang suka menolak-nolak apapun yang dirayakan banyak orang. Menjadi pribadi yang berbeda dan melawan, adalah pilihan dan kebahagiaan tersendiri, juga kegagahan yang ahik. Semua hari itu penting, atau tidak penting, sebagai sebuah kontinyuitas. Tapi menikmati liburan panjang, sebagai akibat sampingannya, tak bisa dikesampingkan untuk dinikmati. Karena libur mah nggak punya agama.
Yang dinamakan waktu, tentu saja hanyalah sebagai penanda, sebagai niscaya, sesuatu yang tak terhindarkan dalam kenyataan sosial kita, sebagai makhluk sosial maupun anti-sosial sekali pun.
“Satu-satunya alasan untuk waktu adalah agar segala sesuatu tidak terjadi sekaligus,” demikian Mbah Kyai Albert Einstein. Anda bisa bayangkan, kalau kamis adalah juga selasa, yang itu artinya sama dengan minggu atau senin? Bagaimana kalau tanggal 1 sama dengan tanggal 7, 13, 21 atau 29?
Mereka yang menjawab semua hari sama, semua tanggal sama, akan kelojotan kalau janji mendapat gaji atau honor hari ini ternyata mundur dua minggu atau sebulan lagi. Dan tambah kelojotan lagi kalau sekarang tanggal jatuh tempo pembayaran utang tapi duit belum kepegang juga. Mereka yang dijanjikan dilamar tanggal 3 Januari besok pasti akan kelimpungan kalau mendadak dangdut diundur tanggal 29 Desember, atau bahkan pelamarnya undur-diri tanpa alasan.
Ini pikiran yang tidak penting mengenai waktu, tetapi toh kita tak bisa menghindarkan dari hitungan waktu. Kemampuan reflektif manusialah yang akan menjadikan waktu itu penting atau tidak penting.
Namun, jangan biarkan masa lalu mencuri, kata Cherralea Morgen, sekaranglah (waktu) Anda. Saya tidak tahu siapa dia, tak penting (yang penting pendapatnya menarik).
Kita semua tinggal di masa lalu terlalu banyak. Dan kenangan atas masa lalu, baik maupun buruk, bisa membelenggu, entah itu bernama comfortable zone atau pun perayaan-perayaan ketakutan traumatik. Pada sisi itulah, memaknai waktu sebagai sebuah continuum, kontinyuiti, menjadi penting. Bahwa apa yang sekarang adalah sambungan dari yang kemarin, dulu, dan seterusnya.
Kita sering mendengar kata-kata bijak "jangan biarkan masa lalu Anda menentukan masa depan Anda." Nasehat yang bisa menyesatkan. Masa lalu memang landasan masa kini dan masa depan. Tapi kegagalan masa lalu bukanlah penentu atau menjadikan kegagalan masa depan Anda. Kegagalan dan kesuksesan lebih karena bagaimana masa kini, hari ini, dijalani dengan menyelaraskan masa lalu dan masa depan, mensinergikan antara yang sudah dan belum, antara yang kapasitas dan yang kemungkinan.
Maka, lihat ulang tahun-tahun lama Anda. Sudah ngapain saja. Dan apa yang kemudian ingin Anda petakan dan lakukan. Tapi, Mbah Kyai Socrates bilang, “Hati-hati dengan kemandulan kehidupan yang sibuk.“ Jangan sibuk-sibukan hanya untuk membunuh waktu. Sekedar untuk gagah-gagahan agar tak dikata berstatus pengangguran. Mainlah fesbuk, paling tidak Anda akan punya status. Kan lumayan, tiap hari atau jam berganti status.
Selamat bertahun lama.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

KARENA JOKOWI BERSAMA PRABOWO

Presiden Republik Indonesia, adalah CeO dari sebuah ‘perusahaan’ atau ‘lembaga’ yang mengelola 270-an juta jiwa manusia. Salah urus dan sala...