Jadi mewakili siapa sampeyan, para anggota DPR-RI ini? Mongsok 560
anggota DPR tidak ada separohnya plus satu yang tidak keberatan bahwa
calon Kapolri BG sudah ditetapkan sebagai tersangka?
Surya Paloh, pemilik MetroTV dan Parpol Nasdem meradang dan mengatakan; "Kalau sudah ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK, apakah itu berarti ia sudah bersalah dan kehilangan hak? Bisa kacau negeri ini,..."
Dan bola panas ada di Jokowi. Semua beban kesalahan diletakkan pada Jokowi. Dan kita pura-pura tak tahu, bagaimana sistem kerja Kompolnas, DPR, dan tentunya juga KPK yang jadi nampak politis. Makbedundug KPK mentersangkakan BG yang adalah calon Kapolri. Dan orang-orang pun ramai dengan tafsirnya sendiri-sendiri. Emang penting banget bagi kita semua, soal Kapolri ini?
Dan para yang pro BG jadi Kapolri, hampir berkata senada. Tetapi proses politik yang terjadi di Senayan, dari sidang Komisi III dan Paripurna DPR-RI, sudah menunjukkan gejala mencurigakan sejak awal. Beberapa aktor Senayan, yang biasa disebut para bintang enemy public itu, suaranya sangat pro Pemerintah. Dan dalam sidang paripurna kemarin, dua ketua DPR, Fadli Zon dan Fahri Hamzah sama sekali tak terlihat, dan sama sekali tak bersuara seperti biasanya.
Hanya Demokrat, dan kemudian disusul PAN yang bersuara beda. Tapi tak ada artinya, karena impresi ketulusan sudah hilang dari dua partai politik ini, sebagaimana kita sebaliknya juga bercuriga, ada apa dengan Gerindra, PKS, Golkar, PPP yang justeru antusias menggoalkan BG sebagai Kapolri pilihan Jokowi?
Padahal kita tahu, KPK mentersangkakan seseorang, tentu tidak main-main. Reputasinya menunjukkan itu. Apalagi di KPK tidak mengenal SP3, untuk pengunduran atau pembatalan. Proses akan berlanjut, dan minimal dua alat bukti tinggal diproses dalam persidangan.
Lantas apa yang akan terjadi, jika ada seorang yang status hukumnya tersangka dilantik menjadi Kapolri? Tentu saja aib secara politik dan hukum. Apakah Jokowi akan segoblog itu masuk dalam jebakan batman from Senayan?
Pertanyaan goblognya tentu, kenapa mayoritas anggota DPR menyetujui pencalonan Kapolri ini? Dari sini jelas, bahwa anggota DPR memang hanya pegawai atau pesuruh partai. Tak ada kaitannya dengan rakyat, kecuali waktu kampanye dan pencoblosan mereka saja. Selebihnya mereka menjadi budak atau kacung partai, dan tentu mereka ketakutan dicopot dari parlemen karena membangkang perintah partai.
Siapa partai ini? Siapa lagi kalau bukan Megawati, Surya Paloh, Wiranto, Muhaimin Iskandar, Aburizal Bakri dan Agung Laksono, Prabowo, dan nama-nama lain yang bisa disebut seperti Yudhoyono, Hatta Radjasa, dan sejenis-jenis itu. Apakah Indonesia akan diserahkan pada segelintir orang macam gituan? Kalau mereka pinter, bolehlah. Kalau pun nggak pinter tapi tulus, tak apalah. Tapi kalau tak pinter dan tak tulus mengabdi pada negeri ini?
Kita masih bertarung dengan oligarki partai. Dan partai masih representasi dari orang-orang bermasalah daripada penyelesai masalah. Karena itu kita masih butuh perang gerilya, untuk akhirnya menundukkan oligarki partai itu.
Kita masih percaya, pada akhirnya Jokowi akan mengatakan ia menunggu proses hukum yang akan dijalankan KPK atas tersangka BG, sekaligus mendorong KPK agar tidak terlalu lelet dengan berbagai alasan keterbatasannya. Wong gimana pun juga gaji orang-orang KPK tak bisa dikatakan rendah.
Baru setelah pengadilan status BG naik dari tersangka menjadi terdakwa dan kemudian terpidana, Jokowi tinggal cari gantinya. Dalam bahasa Gus Dur, "Ngono ae kok repot, Cuk!"
Sila Jokowi bermanuver atau berakrobat politik macem-macem soal Kapolri ini. Tapi bagaimana cara mendidik dan menjagai stabilitas mikro-ekonomi kita, agar rakyat juga dibela di depan para bakul sembako, pedagang gas 3kg, sopir angkot, para programer TV yang nggak mutu, misalnya. Agar tidak eker-ekeran di bawah.
Surya Paloh, pemilik MetroTV dan Parpol Nasdem meradang dan mengatakan; "Kalau sudah ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK, apakah itu berarti ia sudah bersalah dan kehilangan hak? Bisa kacau negeri ini,..."
Dan bola panas ada di Jokowi. Semua beban kesalahan diletakkan pada Jokowi. Dan kita pura-pura tak tahu, bagaimana sistem kerja Kompolnas, DPR, dan tentunya juga KPK yang jadi nampak politis. Makbedundug KPK mentersangkakan BG yang adalah calon Kapolri. Dan orang-orang pun ramai dengan tafsirnya sendiri-sendiri. Emang penting banget bagi kita semua, soal Kapolri ini?
Dan para yang pro BG jadi Kapolri, hampir berkata senada. Tetapi proses politik yang terjadi di Senayan, dari sidang Komisi III dan Paripurna DPR-RI, sudah menunjukkan gejala mencurigakan sejak awal. Beberapa aktor Senayan, yang biasa disebut para bintang enemy public itu, suaranya sangat pro Pemerintah. Dan dalam sidang paripurna kemarin, dua ketua DPR, Fadli Zon dan Fahri Hamzah sama sekali tak terlihat, dan sama sekali tak bersuara seperti biasanya.
Hanya Demokrat, dan kemudian disusul PAN yang bersuara beda. Tapi tak ada artinya, karena impresi ketulusan sudah hilang dari dua partai politik ini, sebagaimana kita sebaliknya juga bercuriga, ada apa dengan Gerindra, PKS, Golkar, PPP yang justeru antusias menggoalkan BG sebagai Kapolri pilihan Jokowi?
Padahal kita tahu, KPK mentersangkakan seseorang, tentu tidak main-main. Reputasinya menunjukkan itu. Apalagi di KPK tidak mengenal SP3, untuk pengunduran atau pembatalan. Proses akan berlanjut, dan minimal dua alat bukti tinggal diproses dalam persidangan.
Lantas apa yang akan terjadi, jika ada seorang yang status hukumnya tersangka dilantik menjadi Kapolri? Tentu saja aib secara politik dan hukum. Apakah Jokowi akan segoblog itu masuk dalam jebakan batman from Senayan?
Pertanyaan goblognya tentu, kenapa mayoritas anggota DPR menyetujui pencalonan Kapolri ini? Dari sini jelas, bahwa anggota DPR memang hanya pegawai atau pesuruh partai. Tak ada kaitannya dengan rakyat, kecuali waktu kampanye dan pencoblosan mereka saja. Selebihnya mereka menjadi budak atau kacung partai, dan tentu mereka ketakutan dicopot dari parlemen karena membangkang perintah partai.
Siapa partai ini? Siapa lagi kalau bukan Megawati, Surya Paloh, Wiranto, Muhaimin Iskandar, Aburizal Bakri dan Agung Laksono, Prabowo, dan nama-nama lain yang bisa disebut seperti Yudhoyono, Hatta Radjasa, dan sejenis-jenis itu. Apakah Indonesia akan diserahkan pada segelintir orang macam gituan? Kalau mereka pinter, bolehlah. Kalau pun nggak pinter tapi tulus, tak apalah. Tapi kalau tak pinter dan tak tulus mengabdi pada negeri ini?
Kita masih bertarung dengan oligarki partai. Dan partai masih representasi dari orang-orang bermasalah daripada penyelesai masalah. Karena itu kita masih butuh perang gerilya, untuk akhirnya menundukkan oligarki partai itu.
Kita masih percaya, pada akhirnya Jokowi akan mengatakan ia menunggu proses hukum yang akan dijalankan KPK atas tersangka BG, sekaligus mendorong KPK agar tidak terlalu lelet dengan berbagai alasan keterbatasannya. Wong gimana pun juga gaji orang-orang KPK tak bisa dikatakan rendah.
Baru setelah pengadilan status BG naik dari tersangka menjadi terdakwa dan kemudian terpidana, Jokowi tinggal cari gantinya. Dalam bahasa Gus Dur, "Ngono ae kok repot, Cuk!"
Sila Jokowi bermanuver atau berakrobat politik macem-macem soal Kapolri ini. Tapi bagaimana cara mendidik dan menjagai stabilitas mikro-ekonomi kita, agar rakyat juga dibela di depan para bakul sembako, pedagang gas 3kg, sopir angkot, para programer TV yang nggak mutu, misalnya. Agar tidak eker-ekeran di bawah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar