Syahdan, menurut sahibul bohong, pada jaman dahulu kala, hidup seekor
Kancil yang cerdas dan riligius. Ia waktu itu tengah berjalan sendirian,
karena yang lainnya lagi sibuk melengkapi berkas pencalegan mereka,
yang dianggap belum beres oleh KPU (Kancil Poreper United).
Tiba-tiba, langit mendadak gelap. Mendung tebal disertai angin kencang. Halilintar menyambar-nyambar
bak lawyer nyari pasal apa saja agar client-nya menang. Kancil berlari
kencang, sekencang-kencangnya. Lebih kencang dibanding yang lambat,
apalagi presiden. Semak, batu, parit, reranting pohon, diloncatinya.
Tiba-tiba (tiba-tiba lagi), “guzzzzzraaaaaackkkzzzzz,…!”
Kancil terperosok ke dalam lubang jebakan. Mungkin para pemburu yang
membuat jebakan seperti itu, atau bisa jadi ARB hendak membuat Lapindo
di mana-mana.
Dengan susah payah, Kancil berusaha keluar. Lubang itu terlalu dalam untuk tubuhnya. Hingga akhirnya Kancil kelelahan.
Tiba-tiba (apalane kok ‘tiba-tiba’ terus), lewatlah seekor Gajah. Ia
berhenti dan menengok dalam lubang, “Wah, wah, wah,.... Kasihan betul si
Kancil. Bagaimana kau yang terkenal banyak akal dan pandai menghindar
bisa terjebak dalam lubang? Huahahaha,…”
“Woi, Gajah. Siapa bilang aku terjebak?” Kancil menyahut cepat.
“Weleh, masih mau berkelit,” Gajah senyum mengejek, “Sudah terbukti
ngasih duit ke cewek-cewek, ngasih mobil mewah, eh, giliran
mobil-mobilnya mau disita masih berkilah soal keadilan dan prosedural.
Kurang sejahtera ya?”
“Gajah! Please deh, sebenarnya aku kasihan padamu.”
“Kasihan apa? Kasihan Bantul? Huahahaha, dagelan lokal, yang ketawa
paling cuma Leyloor! Sudahlah, akuilah kau sama dengan kancil-kancil
penipu lainnya. Kancil itu mestinya nyolong timun, bukan nyolong sapi!”
“Begini, Jah! Sebenarnya ini kabar rahasia dari Kanjeng Nabi Salomon. Dan hanya makhluk terpilih yang boleh tahu.”
Gajah, yang mesti tinggi buesar, tampaknya dongok juga dan mudah terbujuk, ia pun bertanya, “Kabar rahasia apa maksudmu Ci’il?”
“Cil kok Ci’il,…!”
“Sorry, suka kacau ama Rizal Mallarangeng sih! Kamu tak sedang menipuku ‘kan?”
“Kamu mau percaya atau tidak, terserah. Yang pasti, pemilu sudah dekat.
Kau tahu tanda-tandanya? Langit terlihat merendah, langit akan runtuh,
Jah! Makanya aku sembunyi di lubang ini.”
“Hah? Langit mau runtuh?
Yang benar kamu Cil, duh, follower twitterku belum mencapai target je
bul!” Gajah nan alay itu seperti biasa berkeluh kesah.
“Hesst!
Jangan keras-keras. Nanti ada yang dengar. Kalau ketahuan Fenny Rose
bisa di-silet kamu. Coba kamu lihat langit itu. Gelap. Sebentar lagi
runtuh. Kalau kau ingin selamat juga, cepat masuk ke lubang ini
bersamaku. Lubang ini masih muat kalau cuma untuk kita berdua,…”
Syahdan, Gajah pun terbujuk. Makhluk bertubuh besar itu, otaknya
pas-pasan, ia mengeluh, “Sepertinya benar katamu, sebentar, aku
ngetuit,…”
Usai posting tuitan, Gajah pun masuk ke dalam lubang.
Beberapa saat kemudian, langit terang. Mendung lenyap dan tak jadi
hujan. Cuaca memang suka aneh, kayak ibu-ibu yang mau menstruasi.
“Bentar, aku naik ke punggungmu, mau lihat langit sepertinya membiru,” kata Kancil.
Eh, Gajah nurut saja. Ia biarkan Kancil naik ke punggungnya. Karena
saking gedenya Gajah, Kancil bisa meloncat ke luar dari lubang, “Hei,
Gajah. Langit tak jadi runtuh, sekarang kau naiklah,…”
Tentu saja Gajah susah payah untuk keluar dari lubang itu.
“Hadeh, gimana sih? Ayo cepat,…” Kancil menggoda. Ia senang dirinya bisa bebas, dengan menipu sang Gajah bodoh itu.
Gajah agaknya sadar, ia telah ditipu Kancil. Tapi, Kancil tak sadar,
ini Gajah sudah pernah mendengar dongeng 'Kancil dan Langit Runtuh' itu
dari ortunya. Secepat kilat ia julurkan belalainya, menangkap Kancil.
Kancil yang mabuk kemenangan, terlena. Tubuhnya tersaut belalai Gajah dan ia terhempas kembali ke dalam lubang.
Tiba-tiba (tiba-tiba meneh,…) langit mendung. Hujan turun amat
derasnya. Lubang itu pun penuh air. Sebatang pohon ambruk tersambar
petir, menutup lubang itu.
Hingga esok harinya, sekawanan pecinta
alam mendapati bangkai dua binatang itu. Mereka potrat-potret, terus
kemudian diupload ke akun fesbuknya.
Tamat.
Lha moral dongengnya?
Wong
manusia aja nggak punya moral, mosok dongeng harus punya moral juga.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
KARENA JOKOWI BERSAMA PRABOWO
Presiden Republik Indonesia, adalah CeO dari sebuah ‘perusahaan’ atau ‘lembaga’ yang mengelola 270-an juta jiwa manusia. Salah urus dan sala...
-
Catatan Tambahan: Tulisan ini sebenarnya saya tulis serius karena diminta oleh sebuah blog di Yogyakarta, yang bertagline; “Sedik...
-
UMAR KAYAM, lahir di Ngawi, Jawa Timur, 30 April 1932 dan meninggal di Jakarta, 16 Maret 2002 pada umur 69 tahun, seorang sosiolog, novel...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar