Kekuatan PDI Perjuangan dibanding partai politik lain, karena ideologinya. Kelemahan PDI Perjuangan dibanding partai politik lain, karena ideologinya pula.
Namun, sisi kelemahan itu bisa diatasi. Sekiranya elite dan kader PDIP, para petugas partai itu, mampu menemukan cara mengkomunikasikan ideologi dengan cara ‘tak ideologis-ideologis’ banget.
Cara-cara yang ideologis banget itu, seperti gaya Mbak Mega kalau pidato dengan tensi mulai meninggi. Atau mendengar gaya ngomong Hasto, sekjennya, yang doktor ilmu politik itu. Melihat mereka pidato, selalu mengingatkan gaya pidato Bung Karno, Mbah Tardjo, atau orang-orang PNI jaman doeloe kala. Tapi sekarang jadi saltum dan salpos.
Bagus sih, tapi kalau tak dibarengi dengan kharisma kuat, kasihan tenggorokan. Pernah lihat gimana Jokowi pidato memekik-mekik? Karena dia bukan orator dan tak bisa menyembunyikan emosinya. Jokowi itu, kalau marah atau jengkel, kelihatan. Yang ngomong Jokowi pinter nyembunyiin emosi, hanya yang kalah tatapan mata saja. Kayak rakyat jelantah jaman sahandap sampeyan dalem.
Saya nggak ngerti, entah karena bergaul dengan Boedi dan Arie dari Total Politik atau gimana, Bambang Patjoel, politisi senior PDIP, kini gaya bicaranya tidak sangat ‘korea-korea’ banget. Nggak kayak Pak FX Rudi lagi. Kalau pun ada baunya Korea, sekarang mazhab dia adalah K-Pop.
Ganjar Pranowo juga gitu. Jika tak hati-hati, gaya slenge’annya bisa jadi bumerang. Atau dipotong-potong untuk alat membully-nya. Tapi saya sendiri juga tidak tahu, kalau diminta merumuskan, ngomong yang serius namun enteng berisi itu gimana. Karena menjadi diri sendiri, di jaman generasi asuhan rembulan ini, dasarnya Cuma soal suka tidak suka.
Dunia gagasan, atau gagasan yang memimpin, sudah menyusut di belantara medsos. Apalagi dalam disrupsi era post-truth. Semua bisa dibolak-balik. Bukan hanya ideologi bisa dikalahkan joget gembusy, tetapi kebenaran pun bisa disalahkan. Kesalahan bisa jadi kebenaran. Coba tanyakan kepada para aktivis ’98, yang kemarin dikumpulin Nusron Wahid, untuk bikin testimoni yang filosofis dan humanis tentang Prabowo Subianto.
Kalau soal penyebutan ‘petugas partai’, tidak usah merasa salah. Karena itu aturan internal partai. Mau gitu, nggak mau keluar. Gitu doang. Tapi kalau keluar, ya, pamit kek. Untuk menjelaskan bahwa dirinya punya fatsun politik. Jangan sampai seperti kacang lupa kemelaratannya.
Dengan ideologinya yang jelas, jadi aneh kalau sikap politiknya nggak jelas kepada Jokowi. Katanya kader terbaik, tetapi kedisiplinan dalam partai tidak baik. Dan PDIP tak bisa bersikap tegas. Ini partai politik dengan ideologi jelas atau tidak jelas, sih? Seperti kata Anies semalam, hukum tajam ke bawah tumpul ke atas. Katanya partai egaliter, kok diskriminatif? Dilematis ya, mangkanya Puan Maharani perlu ke Singapura nemuin Luhut Binsar Panjaitan?
Kalau persoalannya bukan kalah-menang capres-cawapres lagi, terus ngapain terpecah-belah dengan urusan sing-masing? Sekarang cukup mikirin kursi dapil masing-masing saja? Katanya partai wong cilik? Partai ideologis? Partai kader? Anggota partai adalah petugas partai? Tugasnya apa’an? Karena duit nggak lancar? Mampetnya di mana? Kenapa? Ada sabotase? Nggak kompak? Nggak satu agenda? Musuh dalam selimut? Agen ganda?
Teoritis perlu. Ideologis perlu. Tapi bagaimana menjadi sesuatu yang menggerakkan. Gitu lho, Om Irsjad, Om Andi, Mas Seno, Tante Puan, Tante Dani,… Ngapain juga bikin slogan Jokowi 3.0? Takut melawan Jokowi? Dulu Soeharto aja dilawan kok. Lagian, waktu Rakernas IV, pidato Bu Mega soal kedaulatan pangan bagus banget. Tapi mana turunannya? Rakyat hanya butuh gimana antara upaya kerja mereka memadai dengan penghasilan. Anak-anak mereka dapat makan, berangkat sekolah. Yang muda lulus sekolah bisa kerja atau nerusin pendidikannya. Tidak jadi korban pinjol. Bisa beribadah --atau tidak, tapi dengan bebas dan damai.
Atau semua itu karena nggak pede dengan Ganjar dan Mahfud? Karena nggak ada duitnya? Katanya nggak ada urusan duit? Katanya banteng ketaton? Atau masih ada dusta di antara banteng? Mau menang satu putaran dari Hong Kong? Mau ngalahin Prabowo dan Anies, tapi nggak ndukung Ganjar? Kalau nggak ndukung Ganjar, ‘kan bisa nyoblos Mahfud?
PDIP ini absurd! Absurd atau putus asa?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar