Devi Kiriani melarikan diri dari Bukit
Hambalang. Meloncat dari atas truk dan nyungsep di sawah milik kakek tua petani
aneh, yang tinggal berdua bersama isteri di sebuah hutan. Meski ditolong sang
kakek, DK malah menuding kakek tua sebagai pendukung Prabowo.
“Aha, politik! Jangan bicara seperti itu padaku anak muda!” Kakek menyergah dengan ketawanya yang sinis.
“Bagaimana kalau saya curiga kakek ini pengikuti Kartosuwiryo? Boleh?” sosok miterius itu balik bertanya.
“Baik. Curigalah.”
“Bagaimana saya tidak curiga!” kata si misterius sembari menyeruput secangkir teh hangat yang disodorkan Nenek. “Kakek berdiam diri di tengah hutan ini. Menghindari keramaian. Kakek dan Nenek pasangan romantis. Sudah tua masih doyan ciuman segala. Hanya orang yang punya ideologi tertentu mau hidup dengan cara aneh seperti kakek dan nenek itu.”
“Tudingan ngawur. Apa hubungannya ciuman dengan ideologi tertentu? Ideologi tertentu itu apa? Bagaimana aku bisa mempercayaimu.”
“Kalimat-kalimat Kakek sangat dialektik. Kakek pasti seorang yang terdidik secara politik!” sosok misterius tampak tak mau kompromi. Ia hanya mengenal stereotype sebagaimana demikian ajaran yang diterimanya. “Ngaku. Kakek ini seorang takfiri, seorang penganut wahabi yang mimpi mengislamkan Indonesia bukan?”
Sang Kakek terdiam. Cukup lama.
“Nah, tak bisa membantah bukan?” sosok misterius terus merangsek.
“Minumlah!” Kakek mencoba mengalihkan perhatian.
“Hilang rasa haus saya, Kek!” tukas si misterius cepat. “Bahkan, saya bisa ramalkan, Prabowo bakal menang di daerah Jawa Barat ini,...”
“Apa hubungannya? Menang dari apa?”
“Kakek jangan pura-pura tidak tahu, Prabowo Subianto maju jadi calon presiden, dan seperti yang sudah-sudah, ia akan memanfaatkan kelompok Islam garis keras, sebagaimana Soeharto waktu itu memanfaatkan, hingga munculnya partai politik macam PKS atau pun ormas macam FPI!”
“Aha, politik! Jangan bicara seperti itu padaku anak muda!” Kakek menyergah dengan ketawanya yang sinis.
“Bagaimana kalau saya curiga kakek ini pengikuti Kartosuwiryo? Boleh?” sosok miterius itu balik bertanya.
“Baik. Curigalah.”
“Bagaimana saya tidak curiga!” kata si misterius sembari menyeruput secangkir teh hangat yang disodorkan Nenek. “Kakek berdiam diri di tengah hutan ini. Menghindari keramaian. Kakek dan Nenek pasangan romantis. Sudah tua masih doyan ciuman segala. Hanya orang yang punya ideologi tertentu mau hidup dengan cara aneh seperti kakek dan nenek itu.”
“Tudingan ngawur. Apa hubungannya ciuman dengan ideologi tertentu? Ideologi tertentu itu apa? Bagaimana aku bisa mempercayaimu.”
“Kalimat-kalimat Kakek sangat dialektik. Kakek pasti seorang yang terdidik secara politik!” sosok misterius tampak tak mau kompromi. Ia hanya mengenal stereotype sebagaimana demikian ajaran yang diterimanya. “Ngaku. Kakek ini seorang takfiri, seorang penganut wahabi yang mimpi mengislamkan Indonesia bukan?”
Sang Kakek terdiam. Cukup lama.
“Nah, tak bisa membantah bukan?” sosok misterius terus merangsek.
“Minumlah!” Kakek mencoba mengalihkan perhatian.
“Hilang rasa haus saya, Kek!” tukas si misterius cepat. “Bahkan, saya bisa ramalkan, Prabowo bakal menang di daerah Jawa Barat ini,...”
“Apa hubungannya? Menang dari apa?”
“Kakek jangan pura-pura tidak tahu, Prabowo Subianto maju jadi calon presiden, dan seperti yang sudah-sudah, ia akan memanfaatkan kelompok Islam garis keras, sebagaimana Soeharto waktu itu memanfaatkan, hingga munculnya partai politik macam PKS atau pun ormas macam FPI!”
Demikian kutipan dalam novel ‘Jokowi Undercover’, karya Sunardian Wirodono. Ukuran Buku: 12x19 Cm, 1.000 halaman, bookpaper | ISBN: 978-602-9087-13-0 | Harga + ongkir Rp150.000. | Ini penerbitan buku indie, tidak dijual di toko buku. Pemesanan melalui pm/inbox akun fb ini, atau ke email sunardianwirodono@yahoo.com.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar