Siti Zubaidah (25) isteri Zoya, menunjukkan foto suaminya yang tewas dibakar. |
Jika pun benar Zoya melakukan tindakan pencurian, layakkah menghakiminya,
dengan membakarnya hidup-hidup hingga tewas?
Tulisan ini mencoba menelusuri, bagaimana sebuah kejahatan massal
mencoba ditutupi secara tidak adil. Mungkin oleh pelaku, penyebab kejadian, dan
bahkan polisi yang tak berani mengambil resiko. Maka dibangun framing, Zoya adalah
pelaku tindak kriminal.
Siapakah Zoya? Dia adalah Muhammad Aljahra (30) lelaki yang dibakar
hidup-hidup hingga tewas, karena dituding mencuri ampli mushalla di bilangan
Bekasi.
Menurut Sumiyati (41), istri pengurus Mushala Al-Hidayah, Desa Hurip
Jaya, Babelan, Kabupaten Bekasi, dia membenarkan bahwa amplifier di mushala
tersebut hilang (Selasa, 1/8/2017) dicuri orang.
“Iya amplifiernya hilang, pas dilihat ampli-nya udah
enggak ada,” kata Sumiyati, saat ditemui di Mushala Al-Hidayah, di Kampung
Cabang 4, Desa Hurip Jaya, Babelan, Kabupaten Bekasi (Jumat, 4/8/2017). Dia
menjelaskan, amplifier mushala tersebut masih digunakan waktu Shalat Ashar.
Setelah itu, ada seorang pria yang shalat di mushala tersebut dan setelahnya
ampli tiada.
Sumiyati menjelaskan, usai pria tak dikenal itu shalat di Mushala
Al-Hidayah, suaminya, Rojali (41), mengecek pengeras suara yang akan digunakan
untuk acara malam hari. “Kan mau ada
acara haul pas malamnya, jadi suami saya mau tes speaker-nya.
Pas dicoba enggak ada suara, terus dicek lagi ternyata amplifiernya udah
enggak ada, dan ada kabel yang udah digunting,” kata Sumiyati.
Bagaimana test speaker tanpa menghidupkan ampli terlebih dulu, ini
sebuah keajaiban. Logika teknisnya, hidupkan ampli dulu, baru test mike.
Bagaimana mungkin test speaker, ketahuan tidak ada suara, baru cek ampli? Hanya
Sumiyati yang bisa menjelaskan tentu. Kita juga tak tahu, apakah malam itu ada
acara haul di mushalla? Bagaimana acara haul itu berlangsung, ketika orang se
Indonesia Raya tengah memperbincangan kebiadaban pembakaran manusia?
Kesaksian Sumiyati, sangat bias. Setelah mengetahui amplifier mushala
hilang, kata Sumiyati, Rojali mencurigai Zoya yang mencurinya. “Lalu dikejar,
ketemu di jembatan muara. Pas dilihat benar amplifier mushala ada di motornya.
Tapi katanya, dia (pelaku) lari. Saya enggak sempat nanya-nanya lagi,” kata
Sumiyati.
Menurut Sumiyati, suaminya masih sempat melihat Zoya dalam kondisi basah
karena nyebur ke sungai, dan ditangkap warga. Namun, kata Sumiyati, suaminya
tidak melihat saat Zoya dihakimi warga dan dibakar hidup-hidup di Pasar Muara
Bakti.
Sumiyati mengatakan, suaminya hanya meminta amplifier yang dicuri dari
mushala dikembalikan. Namun, menurut Sumiyati, pria yang diduga pencuri
amplifier itu malah kabur. “Penginnya ampli-nya dibalikin, cuma rupanya dia
takut kali ya, jadi malah kabur,” ujar Sumiyati.
Setelah mengetahui amplifier mushala hilang, suaminya mengejar pria yang
diduga pelaku, dan tertangkap di jembatan muara. Saat diajak bicara baik-baik,
kata Sumiyati, pelaku melarikan diri hingga tertangkap dan dihakimi massa.
Zoya yang diduga pencuri amplifier, akhirnya dibakar hidup-hidup oleh massa
tepat di Pasar Muara Bakti, Babelan, Kabupaten Bekasi pada Selasa (1/8/2017)
sekitar pukul 16.30 WIB.
“Ya Allah sampe dibakar begitu, kan kita ngenes ya. Pas dia maling kami
gregetan ya, tapi pas dibakar kami ngenes, apalagi
istrinya lagi hamil ya, kasian jadinya,” ucap Sumiyati, yang juga menjelaskan
dia dan suaminya tak ada di lokasi saat Zola dibakar hidup-hidup, karena sudah
kembali ke rumah.
Keterangan Sumiyati tak cukup meyakinkan, karena tidak kronologis. Dari
sejak Zoya masuk mushalla sudah diamati dan dicurigai. Hingga ‘tiba-tiba’ ada
pengecekan ampli oleh pengurus mushala. Menegur Zoya di tempat parkir motor,
dan kondisi ampli yang basah, karena konon Zoya nyebur ke kali ketakutan
dikejar massa.
Dari logika peristiwa, lebih memungkinkan adalah Zoya keluar dari mushalla membawa ampli (entah ampli milik sendiri atau mushala), ada orang yang melihat atau mencurigai, kemudian meneriaki Zoya sebagai maling. Orang-orang di sekitar itu, mungkin sedikit saja karena Ashar biasanya masjid tak seramai Maghrib. Orang-orang yang ada di sekitar bergerak spontan, dan Zoya lari. Tentu saja, ini baru dugaan yang lain, untuk mencoba membangun kronologi kejadian.
Tempat Kejadian Perkara Zoya dibakar |
Dalam penjelasan Kombes Asep Adi Saputra, Kapolres Metro Bekasi, yang
ditemui di kantornya (Kamis, 3/8/2017); "Peristiwa tersebut benar adanya
dengan petunjuk-petunjuk dari saksi yang telah melaporkan. Benar juga orang
yang diduga pelaku (pencurian) meninggal dunia, dikeroyok massa dan dilaporkan
sebagai pengambil barang tersebut."
Asep menjelaskan, adanya dugaan pencurian tersebut menurut saksi marbot
dan pengelola mushala yang telah diperiksa. Zoya telah diamati oleh saksi sejak
kedatangan ke mushala tersebut. “Orang tersebut datang menggunakan motor dan
memang benar membawa amplifier lainnya sebanyak dua buah ada di motornya,” kata
Asep.
Asep mengatakan saat itu Zoya datang dengan gerak-gerik mencurigakan.
Salah satu marbot masjid melihat Zoya mengambil air wudhu dan masuk ke mushala.
Namun tak selang beberapa lama, Zoya pun keluar dan pergi meninggalkan mushala.
Setelah dilihat ke dalam mushala, saksi melihat amplifier yang ada dalam
mushala sudah hilang (bandingkan dengan keterangan Sumiyati pada awal tulisan).
Akhirnya pengelola mushala mengejar pelaku, namun tak ditemukan. Saat
mereka berbalik arah untuk kembali, ternyata berpapasan dengan Zoya (apa maksud
berbalik arah dan kemudian berpapasan, dengan kaitan proses pengejaran
sebelumnya? Ini juga aneh). Zoya di situ ditegur dan diminta mengembalikan
amplifier yang diduga dicuri dari mushala. “Namun saat ditanya, pelaku langsung
lari dan meninggalkan motor. Sehingga akhirnya didapati oleh masyarakat dan
terjadi pengeroyokan sampai pada pembakaran orang yang diduga sebagai pelaku
itu,” kata Kombes Asep.
Jika sudah diamati sejak kedatangan, bahkan dicurigai, bagaimana bisa
kehilangan jejak keberadaan pelaku? Apalagi sehabis shalat ashar itu, pengurus
mushala langsung mau mengecek keberadaan amplifier yang sudah tidak ada?
Setelah kejadian pengeroyokan, polisi melakukan olah TKP, dan didapatkan
beberapa barang bukti. Di antaranya satu unit sepeda motor milik Zoya. Kemudian,
dua unit amplifier di motor tersebut, lalu satu amplifier ada di tas gendong
warna hitam. Asep mengatakan, amplifier yang menjadi barang bukti diakui milik
mushala.
Bandingkan lagi dengan kesaksian Sumiyati, ampli dalam kondisi basah,
yang logikanya mungkin ampli dibawa sambil lari dan basah karena Zoya nyebur
kali saking takutnya? Tapi kenapa di motor Zoya yang terpakir di halaman
mushalla ada tiga ampli, dua milik ampli dan satu milik mushalla? Mungkin
dimaksud Sumiyati dalam kondisi basah itu? Kalau ampli berada di sepeda motor,
yang diparkir di dekat mushalla, bagaimana bisa dalam kondisi basah? Disiram setan?
Baiklah itu soal ampli, yang karena Zoya sudah meninggal, semua alibi
atas barang bukti pasti hanya dalam konstruk alibi pengurus mushalla, Sumiyati,
dan mereka yang berada dalam framing Zoya sebagai pencuri ampli. Dan karena itu
sah sebagai sasaran kemarahan massa?
Sementara itu menurut keterangan saksi lain, Noval Putra (22), pemilik
toko di Pasar Muara Bakti, tempat aksi pembakaran Zoya, bahwa yang diduga
mencuri amplifier sempat mengatakan dirinya bukan maling sebelum tewas. Zoya
dikeroyok dan dibakar hidup-hidup oleh massa, tepat di Pasar Muara Bakti,
Babelan, Selasa (1/8/2017), sekitar pukul 16.30 WIB. Lihat rentang waktu ini,
16.30 pembakaran, dilaporkan jam 17.00, dan polisi baru datang pukul 18.00
setelah maghrib. Coba ukur, berapa jauh kantor polisi sebagai pelindung
masyarakat itu dengan TKP?
“Dia (pelaku) bilang kalau nggak maling. ‘Saya nggak maling’ dia seringnya
bilang itu,” ujar Noval, yang menyaksikan kejadian tersebut (kompascom,
Jumat 4/8/2017). Massa yang menghakimi tidak percaya meski Zoya berulang kali
mengatakan dirinya bukan maling. Di tengah massa yang menghakimi Zoya, kata
Noval, terdengar suara orang menimpali "maling mana ada mau ngaku."
“Banyak juga warga yang teriak 'bakar aja, bakar aja.'
Sempat ada yang mau amanin tapi kalah jumlah,” kata Noval yang berjualan sepatu
dan sandal. Zoya awalnya akan dibawa ke balai desa untuk diamankan. Tapi jumlah
warga yang ingin mengamankan Zoya kalah banyak dengan massa yang ingin
menghakimi.
Noval mengaku melihat Zoya masih hidup saat dipukuli warga. Tubuh Zoya
mulai dibakar massa sekitar pukul 17.00 WIB, dan polisi datang ke lokasi
sekitar pukul 18.00 WIB saat Zoya sudah tewas.
Noval mengatakan Zoya yang diduga mencuri amplifier mushola, ditemukan
di jembatan Muara, perbatasan Desa Suka Tengah, Kecamatan Suka Wangi dengan
Desa Muara Bakti, Kecamatan Muara Bakti. Dari penjelasan ini, logikanya, Zoya melarikan
diri atau lari dari kejaran massa sejak dari mushalla. Kenapa Zoya lari? Bisa
jadi karena diteriaki maling. Oleh siapa? Oleh yang pertama kali melihatnya.
Dan mungkin itulah yang membuat massa di sekitar tempat itu, spontan bergerak
mengejar. Karena ketakutan, Zoya melarikan diri. Ini pun juga sebuah
kemungkinan.
"Dia lari mau kabur, dia dari kali. Pas dari kali udah ditungguin
warga. Motornya ditinggalin di dekat sasak masjid," kata Noval saat ditemui
di lokasi pembakaran Zoya di Pasar Muara Bakti (Jumat, 4/8/2017).
Setelah Zoya ditangkap, awalnya pria yang diduga melakukan pencurian itu
akan dibawa ke balai desa, agar lebih aman dan terhindar dari amukan massa. Noval
menjelaskan, saat itu warga mengarak terlebih dahulu dari jembatan sampai
pasar, sekitar satu jam.
Zoya ditangkap warga sekitar pukul 16.00 WIB kemudian dibakar pada pukul
17.00 WIB. Selama Zoya diarak, beberapa kali warga menghantamnya dengan menggunakan
balok kayu.
Noval menjelaskan, warga yang berkerumun begitu banyak, mencapai lebih
dari ratusan orang. "Saya enggak berani liat pas pada mau bakar, enggak
tega litanya, saya taunya sudah kebakar doang. Pas dipukulin masih hidup,
sempat juga dikeroyok. Pas dibakar masih nafas dia, nah sesudahnya kayanya
langsung meninggal," kata Noval.
Mari kita teliti kembali penjelasan Kapolres Metro Bekasi, Kombes Asep
Adi Saputra tentang dugaan pencurian berdasar keterangan saksi marbot
dan pengelola mushala yang telah diperiksa polisi. Katanya, Zoya telah diamati oleh saksi sejak
kedatangannya ke mushala tersebut karena dianggap mencurigakan. Nah catat ini,
telah diamati sejak kedatangannya di mushala.
Zoya datang menggunakan motor dan membawa dua amplifier di motornya. Lalu
Zoya mengambil wudhu, masuk ke mushala, dan tak lama kemudian keluar dari
mushala.
Saksi mengecek ke dalam mushala, melihat amplifier yang ada dalam
mushala sudah hilang. Akhirnya, pengelola mushala mengejar pelaku, tetapi
pelaku tidak ditemukan.
Saat berbalik arah untuk kembali, mereka berpapasan dengan Zoya (ini
penjelasan yang secara tekstual agak susah dibayangkan). Kemudian mereka
menegur Zoya dan meminta pria itu mengembalikan amplifier, yang diduga telah
dicuri dari mushala tersebut.
“Namun, saat ditanya, pelaku langsung lari dan meninggalkan motor
sehingga akhirnya didapati oleh masyarakat dan terjadi pengeroyokan sampai pada
pembakaran orang yang diduga sebagai pelaku itu,” kata Kombes Asep.
Setelah pengeroyokan tersebut, polisi melakukan olah tempat kejadian
perkara, dan mendapatkan beberapa barang bukti. Di antaranya satu unit sepeda
motor milik Zoya, dua unit amplifier di motor, dan satu amplifier ada di tas
gendong warna hitam. Asep mengatakan, amplifier yang menjadi barang bukti itu
diakui milik mushala. Menurutnya,
berdasar keterangan saksi di lapangan, Zoya diduga merupakan pelaku pencurian
tiga unit amplifier mushalla. Wah, nambah.
Bagaimana menurut Siti Zubaidah (25), isteri MA? Suaminya biasa mencari
barang-barang atau amplifier bekas lalu direparasi di rumah, untuk kemudian
dijual lagi setelah diperbaiki. "Suami saya jual beli amplifier bekas,
ngerakit box-box salon. Kalau saya enggak kerja," ujar Zubaidah
saat ditemui di kediamannya, Kampung Jati, Desa Cikarang Kota, Cikarang Utara,
Kabupaten Bekasi.
Atas dasar itu, ia menduga, suaminya ketika itu sedang mampir untuk
shalat. Amplifier tersebut bukanlah hasil curian, melainkan sudah dibeli. Penjelasan
ini juga menarik dikembangkan. Dibeli oleh siapa? Kalau misalnya dibeli oleh
Zoya, ampli yang mana dan siapa penjualnya, di mana transaksinya?
Tapi bagaimana kita membangun rekonstruksi peristiwa kebrutalan massa
itu, ketika Zoya sudah tewas? Kita kehilangan saksi kunci.
Almarhum Zoya telah dimakamkan pada Rabu (2/8/2017) sore di TPU
Kedondong, BTN Buni Asih Kongsi, Cikarang Utara, Kabupaten Bekasi. Zoya atau
Muhammad Aljahra, meninggalkan Zubaidah serta seorang anak laki-laki berusia
empat tahun, dan bayi tujuh bulan yang masih dalam kandungan sang istri.
Akan halnya keluarga dan tetangga, tak yakin Zoya mencuri. Zubaidah
mengaku pertama kali mengetahui kondisi suaminya dari pihak kepolisian yang
datang ke rumahnya Selasa (1/8) malam sekitar pukul 23.00 WIB.
"Ya katanya suami saya nyuri amplifier di mushala di daerah Babelan.
Terus dihakimi, digebukin, terus dibakar hidup-hidup.
Sempat enggak percaya, masa suami saya. Kalau bukan liat di foto itu, saya
enggak percaya kalau itu suami saya," kata Zubaidah.
Bagaimana mungkin Polisi bisa mengatakan bahwa Zoya mencuri amplifier,
dan itu disampaikan kepada keluarga korban, tanpa bukti?
Mushalla Al Hidayah, Hurip Jaya, Babalen, Bekasi |
Zubaidah tak percaya suaminya tewas di mushala kawasan Babelan itu. Menurutnya
daerah itu bukan jalur suaminya bekerja.
Biasanya suami bekerja ke daerah Cileungsi untuk mencari amplifier bekas. "Karena
kan itu enggak satu jalur, lain jalur itu mah. Setahu saya, dia ke daerah
Cileungsi, arah-arah Bogor."
Selain itu, berdasar video yang ia lihat di media sosial, amplifier
mushala itu masih ada di lokasi. “Saya sempat lihat dari (video) YouTube, kalau
amplifier punya mushala masih ada di dalam mushala. Di video itu ada suara
orang yang ngomong begitu, tetapi sekarang videonya sudah enggak ada,” ujar
Zubaidah.
Ia menduga, suaminya bukan mencuri, tetapi tengah berada di mushala
untuk shalat, dengan membawa amplifier bekas yang akan direparasi karena takut
barang dagangannya dicolong orang jika ditinggal di jok motor. “Jadi dia udah
dapet barang (amplifier), pas dia selesai shalat terus langsung ada yang liat bawa
amplfier, ya mungkin itu langsung diteriakin maling,
langsung dihakimi warga,” kata Zubaidah.
Ia menyampaikan, dalam video yang dilihatnya, Zoya belum sempat mengikat
amplifier, tetapi sudah diamuk dan diteriaki massa. Namun, kata Zubaidah, video
yang ia tonton itu sudah hilang dari media sosial. Siapa yang mengunggah dan
siapa yang menghilangkan? Ini juga pertanyaan menarik.
Coba kalau tokoh Imung, atau Detektif Conan nyata ada, mungkin mereka tertarik
melacaknya. Reserse professional mana mau menangani kasus rakyat kecil ini?
Sedang kasus besar macam penyiraman mata Novel Baswedan saja polisi “tidak tertarik”
menanganinya.
Zubaidah meminta pihak kepolisian mengusut tuntas dan mengungkap pelaku
yang membakar suaminya. “Mudah-mudahan terungkap yang membakar suami saya. Saya
cuma minta keadilan saja buat suami saya. Kalau pun umpamanya suami saya
bersalah, melakukan pencurian itu, tapi kan enggak harus sampai dianiaya atau
dibakar begitu kan, dia bukan hewan,” kata Zubaidah yang juga meminta jika
pelaku telah diketahui dan diamankan polisi, harus diproses sesuai hukum berlaku.
Menurut
Zubaidah, suaminya teknisi elektronik. Biasanya memperbaiki pengeras suara
seperti toa yang rusak, sound sistem, televisi dan lainnya. "Saya pasrah
dengan kejadian ini," kata Zubaidah yang sudah diperiksa polisi di Polsek
Babelan. Dalam pemeriksaan itu, penyidik menanyakan seputar profesi dan
keperluan pergi dari rumah. "Saya di sana diminta tanda tangan, enggak
tahu apa isi berkas yang saya tanda tangani," katanya.
"Saya
tidak menyangka kejadian ini menimpa suami," kata Zubaidah yang sudah
kehabisan airmata meratapi kesedihan ditinggal suami secara tak wajar. Suaminya
merupakan tulang punggung keluarga. Penghasilannya tidak menentu. "Dalam
seminggu biasanya mendapatkan Rp 300 ribu, paling banyak Rp 500 ribu,"
kata Zubaidah.
Untuk mendapatkan elektronik bekas atau rusak, biasanya mencari di sejumlah tukang barang bekas. Dari situ dibeli untuk dibawa pulang, diperbaiki, kemudian dijual lagi. Mencari rongsokan biasanya keliling ke beberapa tempat.
Pandi
(40) mertua almarhum Zoya, mengatakan menantunya itu sering keliling mencari barang
elektronik bekas selepas shalat Dzuhur. Hal ini dikarenakan tidak punya
kendaraan sebagai alat transportasi. "Kami menyewa sepeda motor milik
kerabat (Honda Revo dengan nomor polisi B 6755 FR), sehari Rp 15 ribu. Kalau
saya jatahnya pagi mencari televisi bekas, nah kalau menantu saya selepas zuhur
jalan," kata Pandi. Karena itu, Pandi sangat menyangsikan tuduhan dari
kepolisian, yang menyebut menantunya pencuri amplifier di mushala.
Lia (33) seorang warga yang tinggal di sekitar kediaman Zoya, mengatakan
hal senada. Lia mendesak polisi mengusut tuntas orang yang telah membakar Zoya.
“Kalau dari keluarga sih minta nama baiknya kembali, tapi kalau hukumannya
(untuk yang telah membakar) sesuai dengan hukum yang berlaku,” kata Lia.
Lia tidak percaya Zoya melakukan pencurian. Menurut dia, Zoya sosok yang
baik. “Orangnya baik, suka shalat berjamaah, ramah, enggak mungkin maling,”
kata Lia. Ia pun menyesalkan sikap warga yang main hakim sendiri dengan
mengeroyok dan membakar Zoya.
Kombes Asep Adi Saputra memastikan, pihaknya akan menyelidiki warga yang
main hakim sendiri dengan mengeroyok dan membakar Zoya. Menurut dia, saat ini
para saksi sudah memberikan keterangan terkait penegasan laporan tersebut. Ada
dua saksi yang telah diperiksa, yaitu marbot dan pengelola mushala.
Asep mengatakan, perilaku main hakim sendiri seperti halnya mengeroyok
dan membakar orang itu merupakan tindakan yang tidak memiliki rasa kemanusiaan.
"Saya kira tindakan ini juga tidak dibenarkan. Main hakim sendiri
namanya. Tidak boleh begitu," kata dia.
Pihak kepolisian telah mendatangi keluarga Zoya. Menurut Asep, setiap
orang memiliki hak asasi manusia sehingga tidak dapat diperlakukan seperti itu,
walaupun diduga orang tersebut mencuri.
Warga yang melakukan tindakan main hakim sendiri, dapat terancam
sejumlah pasal dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP). Pasal tersebut
antara lain Pasal 351 KUHP tentang Penganiayaan, Pasal 170 KUHP tentang
Kekerasan, dan Pasal 406 KUHP tentang Perusakan.
Berdasarkan Pasal 351 KUHP, penganiayaan diartikan sebagai perbuatan
dengan sengaja yang menimbulkan rasa tidak enak, rasa sakit atau luka. Pasal
ini dapat mengancam tindakan main hakim sendiri yang dilakukan terhadap orang
yang mengakibatkan luka atau cidera.
Kemudian, berdasarkan penjelasannya, kekerasan yang dimaksud pada Pasal
170 KUHP yakni kekerasan terhadap orang maupun barang yang dilakukan secara bersama-sama,
yang dilakukan di muka umum seperti perusakan terhadap barang, penganiayaan
terhadap orang atau hewan, melemparkan batu kepada orang atau rumah, atau
membuang-buang barang sehingga berserakan. Pasal ini dapat disangkakan kepada
mereka yang main hakim sendiri di depan umum.
Lepas dari kejahatan kemanusiaan dengan membakar tersangka pencurian,
bagaimana kronologi yang sesungguhnya menurut Anda? Permasalahannya
sesungguhnya sederhana. Tetapi begitu kejujuran hilang, dan ingin menutupi
kesalahan diri atau kelompoknya, kita akan mendengar begitu banyak alibi.
Dan alibi yang dibangun, dimungkin untuk memposisikan Zoya dalam posisi
salah, agar dengan demikian tindakan kekejian yang lebih jahat daripada
“sekedar” mencuri amplifier itu bisa dimaklumi.
Semoga keadilan menemukan jalannya, bagi mereka yang teraniaya.
| Dirangkum dari kompascom dan detikcom serta berbagai sumber lainnya
oleh Sunardian Wirodono.