DIPO ALAM
Di masa Kabinet Indonesia Bersatu II ini
tuan hidup kembali
Dan bara kagum menjadi perintah kolusi.
Di depan sekali tuan menanti
Agak gentar. Iklan media kritis banyaknya seratus kali.
Boikot di kanan, nyonthong di kiri
Berselempang Menseskab yang tak bisa ngarti.
MAUUU
Ini iklan-iklan tak bergenderang-berpalu
Keniscayaan tanda perintah.
Sekali kritis
Sudah itu matikan
MAUUU
Bagimu Bossmu
Menyediakan a fee
Selagi di atas menghamba
Bosan kelamaan ditindas
Sungguh pun mental mesti tergadai
Jika hidup harus menjilati
Mauuu
Ruhut, eh, Rebut
Jilat
Tebang
| Digubah dari puisi "Diponegoro" karya Chairil Anwar (1943), yang aselinya ada di bawah ini;
DIPONEGORO
| Chairil Anwar
Di masa pembangunan ini
tuan hidup kembali
Dan bara kagum menjadi api
Di depan sekali tuan menanti
Tak gentar. Lawan banyaknya seratus kali.
Pedang di kanan, keris di kiri
Berselempang semangat yang tak bisa mati.
MAJU
Ini barisan tak bergenderang-berpalu
Kepercayaan tanda menyerbu.
Sekali berarti
Sudah itu mati.
MAJU
Bagimu Negeri
Menyediakan api.
Punah di atas menghamba
Binasa di atas ditindas
Sungguh pun ajal baru tercapai
Jika hidup harus merasai
Maju
Serbu
Serang
Terjang
| Februari 1943. Budaya, Th III, No. 8. Agustus 1954
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
KARENA JOKOWI BERSAMA PRABOWO
Presiden Republik Indonesia, adalah CeO dari sebuah ‘perusahaan’ atau ‘lembaga’ yang mengelola 270-an juta jiwa manusia. Salah urus dan sala...
-
Catatan Tambahan: Tulisan ini sebenarnya saya tulis serius karena diminta oleh sebuah blog di Yogyakarta, yang bertagline; “Sedik...
-
UMAR KAYAM, lahir di Ngawi, Jawa Timur, 30 April 1932 dan meninggal di Jakarta, 16 Maret 2002 pada umur 69 tahun, seorang sosiolog, novel...
Puisi ini mengingatkan saya pada guru bahasa indonesia waktu SMP Negri Imogiri dulu. Belio bernama Ibu F. Semiyati, gaya beliau waktu memberi contoh membawa puisi ini sangat heroik sekali..
BalasHapusTerima kasih Pak Su da Terima kasih Ibu F. Semiyati.