Senin, April 30, 2018

Rizieq Shihab Setahun Sejarah Pelarian


Apakah Polisi Indonesia tidak canggih? Sangat canggih. Nangkep pembunuh yang tak meninggalkan jejak dan minim barang bukti, dalam sehari Polisi bisa meringkus pelakunya, meski sudah berada ribuan kilo dari TKP. 

Begitu juga dalam soal mengendus bajingan narkoba. Tak ada yang tak bisa dijeratnya. Tapi ada yang bilang, begitu nyangkut ranah politik, Polisi kita bak kerupuk disiram air kencing.

Setahun sudah, Rizieq Shihab menjadi DPO (Daftar Pencarian Orang). Padahal masyarakat awam pun tahu, di mana keberadaan orang yang kabur, karena dugaan chatting sex dengan Firza Husein itu. Bukankah secara terbuka, media memberitakan bagaimana tokoh-tokoh politik Indonesia mengunjunginya di Arab Saudi?

Bahkan, seolah menantang Polisi (baca: Pemerintahan Jokowi), beberapa nama seperti Fadli Zon, Prabowo, beberapa elite PKS, dan tentunya Amien Rais beserta Hanafi Rais anaknya, mengunggah foto pertemuan mereka ke sosmed. Tak ada yang membantah, bahkan tampak bangga. Hanya Anies Baswedan, yang sibuk bikin pernyataan, dia ke Arab Saudi untuk umrah, bukan menemui Rizieq Shihab. 

La Nyala Matalitti pun, dengan gagah ngomong sudah bertemu dan minta restu Rizieq Shihab (waktu itu) untuk maju sebagai cagub Jawa Timur. Kita tahu, nggak jadi nyagub, meski ngakunya habis duit Rp 5 milyar. Konon katanya, ditodong duit Prabowo Rp 40 milyar. Ente punya duit berapa? Dan kasusnya pun menguap. 

Mongsok Polisi nggak ngerti itu semua? Tahulah. Tapi apa tindakannya? Satu tahun, Bro! Mangkanya, kalau mau jadi penjahat, dan kabur, jangan mertanggung. Mesti politik kelas kakap sekalian. Itu akan membuat Polisi jiper, tetapi dengan gagah mereka akan beralasan cem-macem. Karena alasan hukum internasional, atau apalah. Keat, kata orang Malang. Apalagi kalau ujung-ujungnya, Keluarga Alumni 212 diam-diam bertemu Jokowi di istana. Entah nyodorin pengajuan SP3 untuk Rizieq atau bijimana, kita tak tahu, apalagi tempe.

So? Ya, demikianlah. Permainan politik di negeri ini sering njijiki. Negara yang lebih asyik main politik, cenderung menghina-dina sendi-sendi hukum yang dibangun. Dan negara yang tak punya kewibawaan hukum, akan terus-menerus terjebak dalam permainan politik, karena gagal membangun system. Hukum sebagai social religion, akan selalu dikorbankan oleh politik kepentingan. Agama kekuasaan akan sering dipakai sebagai social justice atas nama dictator majoritas. 

Hanya gaya politik Jokowi yang bisa menyelesaikan. Atau setidaknya mendesakkan ke mata publik, bagaimana kebobrokan hukum tak mudah dibenahi. Jokowi akhirnya juga terseret bermanuver politik. Dengan mengungkap ke publik pertemuan tertutupnya bersama Alumni 212, konflik internal pendukung Rizieq Shihab semakin tajam. 

Maka penasihat Alumni 212, Amien Rais, kebakaran jenggot (padahal tak punya). Amien terpancing makin maju, merangsek ke Balaikota DKI Jakarta, menyatakan ramalannya; Anies Baswedan yang bakal menyelamatkan negeri ini, berdasar garis tangan si pencium botol berisi rambut nabi itu.

Jika kini agama cenderung jadi candaan, karena Firza Husein sering terlihat lebih sakti, dan nyata. Dibanding jutaan kutbah tentang sorga dan neraka, yang tidak meyakinkan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

KARENA JOKOWI BERSAMA PRABOWO

Presiden Republik Indonesia, adalah CeO dari sebuah ‘perusahaan’ atau ‘lembaga’ yang mengelola 270-an juta jiwa manusia. Salah urus dan sala...