Jumat, Agustus 02, 2013

Nabi, Rasul, dan Waliullah sebagai Traffo Allah



Bagaimana perasaan Anda, ketika listrik di rumah tiba-tiba, pet, meninggal? Anda yang sudah sangat tergantung pada segala sesuatu yang berlistrik, pasti akan jengkel. Tanpa listrik, kehidupan manusia modern seolah berhenti. Lebih jengkel lagi, bukankah kita tertib membayar tiap bulannya, di bawah ancaman, kalau telat gue cabut jaringan lu!
Listrik mati, tentu saja itu akibat “ulah” PLN. Dan itu bisa jadi, bukan hanya rumah Anda, tetapi juga tetangga Anda, sekampung, sejaringan, mungkin juga satu kecamatan, dan seterusnya. Tak perduli semua sudah bayar atau belum.
Jika pun ada yang nyala, mungkin blok atau jaringannya berbeda, atau mungkin ada yang menggunakan diesel atau pun genzet. Nah, mengapa Anda tidak membuat listrik sendiri, dengan memakai genset atau apalah, tidak tergantung pada PLN?
Mari kita mengurai dengan agak sedikit belibet, dalam konteks religiusitas. Ketika hati atau bahkan kalbu kita mati, kita membayangkan apa yang disebut Waliullah mengenai tali wasilah. Keterkaitan antara generator pembangkit listrik (misal milik PLN) dengan ‘nurun alan nuurin, yang terdiri atas zat fiil Allah subhanahu wa ta’ala yang diletakkan dalam qalbu para nabi, mulai dari nabi Adam a.s., hingga Muhammad shallahullahu ‘alaihi wassallam. Mereka ibarat sebagai gardu-gardu induk.
Dari gardu induk itu, listrik dialirkan pada gardu yang lebih kecil, terus ke yang lebih kecil, terus hingga gardu terdekat di rumah kita. Kemudian dari sini, sampailah listrik PLN itu di rumah kita, untuk memudahkan kita berhubungan dengan sumber listrik itu.
Sama halnya Nur Allah, yang terus menyambung dalam dada para sahabat, para tabiin, tabiit tabi'in, dan ke dalam dada jajaran Waliyullah hingga hari ini. Dengan kasih dan sayang-Nya, Allah menyebar para kekasih-Nya di atas muka bumi ini, agar listrik-Nya senantiasa bisa digunakan oleh manusia manapun yang terhubung dengan kekasihnya itu. Kapanpun. Di manapun.
Setiap saat, kita bisa menggunakan energi listrik PLN selama peralatan kita terhubung dengan stop kontak PLN. Kita, setiap saat,a bisa terhubung dengan Allah, selama ruhani kita terhubung dengan ruhani kekasih-Nya. Kenapa mesti melalui kekasih-Nya? Kenapa tidak sendiri saja langsung kepada Allah? Kenapa kita tidak langsung mencolok peralatan kita ke generator PLN? Kenapa mesti dialirkan ke berbagai gardu dulu?
Jika kita langsung mencolokkan ke generator pembangkit PLN, peralatan berlistrik yang kita pakai akan meledak. Sebab si alat tak mampu menampung energi atau voltage generator yang sangat besar.
Bahkan manusia pilihan yang paling dikasihi-Nya, Muhammad pun misalnya, harus terhubung terlebih dulu dengan malaikat Jibril. Tidak langsung diangkat ke arasy untuk menerima wahyu. Padahal, bukankah itu gampang sekali jika Allah berkehendak?
Tapi, barangkali, Allah mau kita mencontoh nabi untuk berguru, belajar dari traffo atau pun stop kontaknya, yaitu Jibril pada masa itu. Dari sini, kemudian para sahabat kemudian belajar kepada sang nabi, yang menjadi stop kontak Allah masa itu. Para sahabatlah kemudian yang akan menjadi stop kontak-Nya, untuk generasi berikutnya, generasi berikutnya lagi, dan seterusnya, hingga sekarang.
“Siapa tidak meniru aku, bukanlah ummatku,” demikian salah satu sabda Muhammad. Nah, jika memang hendak meniru nabi, patutlah kita mencari stop kontak Allah saat ini, agar kita bisa berhubungan dengan Allah sekiranya peralatan kita hendak teraliri arus PLN.
Bagi orang awam, memang serupa antara listrik yang diproduksi PLN dan genset. Namun bila kita lihat dengan instrumen kelistrikan, seperti avometer atau bahkan osiloskop, hasilnya akan berbeda. Hal ini disebabkan karena listrik dari PLN diproduksi oleh perusahaan yang memang sah secara hukum dan diakui masyarakat. Dibangun dengan teknologi tinggi, diopersikan dan dirawat oleh aparat yang berijasah (kompeten), serta terus-menerus diawasi mutunya. Sedangkan genset pribadi, mungkin tidak terawat dengan baik. Dioperasikan tidak teratur, dengan berbagai problem teknisnya beserta kendalanya. Akhirnya, secara kualitas, listrrik PLN tetap lebih baik dan readibilitinya jauh lebih besar.
Banyak orang merasa dan mengaku sebagai traffo dan stop kontak Allah masa kini. Ada kesaktian, atau sebutlah karomah, dan power yang mirip seperti power dari stop kontak-Nya. Mungkin hanya waktu yang akan membuktikan, bahwa mereka itu bukanlah traffo allah. Mungkin hanya manusia-manusia yag cermat saja, yang bisa mengetahui perbedaan signifikan antara listrik PLN dan listrik genzet. Atau mungkin, hanya orang-orang yang mau memahami sumber listrik mereka, yang kelak mengetahuinya. Bukan orang-orang yang hidup dengan berprinsip: pokoknya ada listriknya.
Yang jelas, PLN tak bertanggung jawab atas kerusakan peralatan yang menggunakan genzet. Jadi? Janganlah salahkan Dia atas kehendaknya dalam hidup kita, jika ternyata selama ini bukan Dia yang kita sembah. | Dikutipkan dengan editing dari Wali Allah Blogspot.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

KARENA JOKOWI BERSAMA PRABOWO

Presiden Republik Indonesia, adalah CeO dari sebuah ‘perusahaan’ atau ‘lembaga’ yang mengelola 270-an juta jiwa manusia. Salah urus dan sala...