Rabu, Agustus 07, 2013

Malam Lebaran, Bulan di Atas Kuburan

MALAM LEBARAN
| Sitor Situmorang

Bulan di Atas Kuburan



Puisi yang paling mudah dihapal, barangkali puisi karya Sitor Situmorang yang berjudul "Malam Lebaran". Karena hanya terdiri satu baris; "Bulan di Atas Kuburan."
Ya, cuma begitu saja.
Puisi “Malam Lebaran” merupakan salah satu karya penyair Indonesia kenamaan, Sitor Situmorang tersebut, memang sangat singkat.
Apa maknanya? Di sini puisi mulai bekerja. Saya kutipkan sebuah tulisan dari Putri Damayanti, sebagiannya berikut ini: Makna puisi tersebut banyak diperdebatkan. Mungkin kita akan terjebak dan terlalu mudah dalam menyikapi puisi tersebut dengan mengartikan makna puisi secara sempit, dengan alasan terlalu pendeknya puisi tersebut. Tetapi apabila dikaitkan dengan logika umum, apa yang diungkapkan dalam puisi tersebut, adalah kemustahilan dan tidak masuk akal. Pada malam lebaran, yaitu tanggal 1 Syawal, tidak mungkin bulan terlihat, apalagi di atas kuburan. Namun, kita tidak bisa hanya memaknai puisi tersebut secara harfiah. Ada makna yang mengandung nilai-nilai kehidupan yang hendak disampaikan sang penyair melalui puisinya.
Dengan alasan itu, beberapa orang ada yang menganggap Sitor tidak memahami mengenai kenampakan bulan sesuai penanggalan Islam. Meskipun puisi adalah dunia imajinasi, tetapi logika dalam puisi apakah mesti diabaikan? Kenyataannya, bulan tidak muncul pada malam lebaran seperti apa yang disampaikan dalam puisi tersebut. Jelas bahwa puisi tersebut tidak sesuai dengan logika. Jadi?
Baiklah, kita mulai dari latar belakang dibuatnya puisi ini. Konon, suatu malam Sitor hendak berkunjung ke rumah Pramoedya Ananta Toer, dan tersesat. Pada saat tersesat itu, Sitor melihat tembok putih. Ia penasaran. Apa yang ada di balik tembok itu, dan setelah dilongok, ternyata kuburan.
Dari peristiwa ini didapatkan “Malam Lebaran” dan “kuburan”.
Sitor memiliki kepiawaian dalam membangun perumpamaan. Terpikir olehnya mengenai sesuatu yang sederhana ini pasti dapat dijadikan makna lain yang menakjubkan. Maka, untuk memberi kesan yang lebih dalam, Sitor menemukan perumpamaan lain yang cocok untuk puisinya, yaitu kata “bulan”. Maka terciptalah sebuah puisi pendek “Bulan di atas kuburan”.
Puisi singkat namun kaya imajinasi dan makna. Lebaran adalah hari kemenangan bagi umat Islam. Namun, ada pula beberapa orang yang merasa lebaran adalah hari kekalahan, karena tidak berhasil meningkatkan kualitas iman dan kepribadiannya menjadi lebih baik. Dan juga bagi orangtua yang merasakan kekalahan karena tidak dapat membelikan baju bagi anaknya.
Hari kemenangan ini telah menjadi beban. Pengeluaran besar-besaran terjadi. Apalagi ketika hari kemenangan tiba justru menjadikan masyarakat panik karena kenaikan harga-harga sembako, akibat kenaikan harga BBM, dan penambahan saldo utang.
Lebaran dimaknai banyak orang sebagai hari penuh kebahagiaan setelah melewati satu bulan berpuasa. Banyak orang terlena dengan kemeriahan yang ramai menyambut lebaran. Orang-orang dari berbagai kalangan baik kaya maupun miskin, tua maupun muda, dan orang-orang yang bukan Islam pun hampir semua merayakan hari yang besar ini.
Kata “bulan” yang dipilih Sitor, sangat tepat untuk menggambarkan kebahagiaan dan kemeriahan hari lebaran. Namun, karena begitu terlenanya dengan kemeriahan dan kebahagiaan ramadhan, orang-orang lupa penderitaan hidup lain.
Tidak sedikit orang-orang di dekat kita yang terpaksa berpuasa dan kelaparan pada saat hari kemenangan itu. Banyak pula yang bersedih karena tidak dapat mudik dan berkumpul bersama, merasakan suasana kebahagiaan hari lebaran di kampung halamannya.
Mereka diharuskan menerima keadaan dan meniadakan momentum lebaran dalam hidupnya. Mereka hanya bisa mendengarkan suara takbir yang menggema dari berbagai tempat. Situasi ini tepat diwakilkan dengan kata “kuburan”.
Maka sepantasnya, lebaran juga perlu dijadikan kesempatan untuk menjalin silaturahmi dengan sesama. Kita dapat saling berbagi kepada saudara-saudara kita yang kurang beruntung. Seperti yang diajarkan dalam agama, di balik kekayaan dan penghasilan yang kita miliki ada sebagian dari harta tersebut yang menjadi hak orang-orang yang kurang mampu. Seperti dengan membayar zakat, lebaran merupakan kesempatan kita untuk memenuhi hak kaum kurang mampu tersebut.
Menjelang hari raya besar itu, orang-orang cenderung lebih mengurusi kebendaan. Pusat-pusat perbelanjaan menjadi ramai dan sesak. Tidak lagi merenungi apa yang dimaknai dengan adanya hari lebaran. Orang-orang justru pergi ke sana ke mari dengan baju baru serta perhiasan mewah yang mungkin akan mengundang niat buruk dari orang lain yang melihatnya. di samping itu, puisi tersebut dapat juga diartikan berbeda.
Secara singkat, malam dan kuburan dianggap memiliki arti yang sama yaitu gelap, hitam dan kotor. Sedangkan bulan dan lebaran berarti terang, putih dan bersih. Maka dapat dimaknai: terang diatas gelap.
Meskipun puisi “Malam Lebaran” terlihat pendek, namun ternyata puisi tersebut memiliki pesan yang bermakna bagi kita. Di balik kemeriahan malam lebaran banyak sekali yang kurang kita perhatikan. Kita tentu saja merasa bahagia dengan perayaan hari Idul Fitri. Kita berusaha menjadikan hari itu spesial. Tetapi kita tidak boleh terlalu berlebihan dalam melakukan pengeluaran.
Perhatikan diri kita, keluarga kita, lingkungan kita, kemudian pantas-pantaskanlah. Perhatikan pula orang-orang di sekitar kita. Kita perlu berbagi kepada orang-orang yang membutuhkan bantuan kita, sesuai dengan kemampuan kita masing-masing. Dengan begitu, kebahagiaan lebaran bukan hanya dinikmati sebagian orang saja, tetapi semua orang berkesempatan merayakan hari yang besar itu.Demikian kutipan tulisan mengenai parafrase puisi Sitor.
Tapi, sesungguh-sungguhnya, bulan di atas kuburan, memberi impresi yang sunyi dan sekaligus dramatis. Sebagaimana sekiranya kita bisa berjarak, melihat bagaimana orang-orang konon merayakan kemenangannya, setelah berjuang selama sebulan. Menang atas apa, dan siapa yang menentukan menang atau kalah, jika Allah sendiri mengatakan bahwa ibadah puasa adalah satu-satunya ibadah yang hanya Allah sendiri yang akan menghitungnya?
Ya, bulan di atas kuburan. Beserta takbir yang riuh rendah, namun sunyi dan mati. Selamat Idul Fitri, mohon maaf lahir dan batin.

17 komentar:

  1. Judul yang tepat Malam Lebaran itu maknanya bukan menjelang lebaran tetapi Lebaran di waktu malam, Mungkin sudah hari ke lima belas maka bulan sudah bulat bunder purnama.

    BalasHapus
    Balasan
    1. lebaran kan tanggal 1, bung, bukan 15.

      Hapus
    2. Maksudnya masih dalam suasana lebaran mas, lagian harus maklum, Sitor kan bukan beragama Islam, jadi itu wajar beliau menyebutnya Malam Lebaran waktu berkunjung ke sahabat dekatnya yang ruamhnya tidak jauh dari kuburan.

      Hapus
  2. saya sendiri mencoba untuk memecahkan puisi itu tapi tidak tau benar atau tidak dan setelah membaca posthingan ini, ternyata jawaban saya hampir mendekati

    BalasHapus
  3. Saya rasa sitor situmorang emang cuma mengekspresikan imajinasinya aja. jadi bukan kenyataan secara kasat mata atau kenyataan yang sesungguhnya, tapi merupakan hasil pengembangan dari itu semua.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kalau lebarannya Idul Adha, puisi ini memang pas dg kenyataan

      Hapus
  4. Pusing aku dibuatnya. pusing pala berbi.. bulan diatas kuburan :(

    BalasHapus
  5. Lebaran tidak harus Idul Fitri kan? Bisa juga Idul Adha, dan sangat mungkin bulan nampak di atas kuburan. Ingat,... 'rembulan' bukan 'purnama.'

    BalasHapus
  6. Pernah saya mencoba mengartikan ini saat ditanya guru Bahasa Indonesia... Karena bahasa seni yg universal menurut saya sihbsah2 saja sebuah individu mencoba menguraikan sesuai imajinasinya. Hehehehe... Saat itu saya menjawabnya adalah perbaiki iman dan kualitas diri dan berbahagialah(lebaran dan bulan), jangan sampai menyesal tiada guna, saat meninggal sudah tak mampu perbaiki diri kembali (kuburan)

    BalasHapus
  7. itulah sastrawan, imajinasinya bukan seperti pikiran manusia pada umunya
    bagai kuncen kuburan. haha
    orang yang hidup diantara orang yang mati

    BalasHapus
  8. Malam lebaran.
    Bulan di atas kuburan.

    Bahkan yang sudah tidak bernyawa saja menikmati malam kemenangan itu.

    Meski bulan tidak muncul saat itu. Dalam puisi, bisa diartikan sebagai, penyibak duka dan penghalang suka

    BalasHapus
  9. Konon yang pernah saya baca,bulan diatas kuburan itu berarti "kupu-kupu malam" ntah benar tidaknya.

    BalasHapus
  10. saya dulu baca ini di sebuah novel yang saya lupa judulnya.... meski tak tau makna sebenarnya tapi saya sangat sering menggunakan kalimat ini saat ada kesedihan, saat ada kesunyian terasa meski ditengah-tengah keramaian

    BalasHapus
  11. Puisi ini menurut interpretasi saya sendiri bermakna kehilangan dan kesedihan yang mendalam. Saya sendiri merinding ketika mendengar puisi ini. Puisi ini juga salah satu puisi favorit saya. Oiya, saya juga ada tulisan tentang penafsiran puisi ini di blog saya (indrartobimo.blogspot.co.id) bisa kunjungi bila berkenan, terima kasih.

    BalasHapus
  12. Yang pasti sih kalian tidak lebih pintar dari Sitor Situmorang wkwkwkwk

    BalasHapus
  13. Malam lebaran

    Lebaran diibaratkan seperti rembulan yang purnama indah dan penuh kesyahduan
    Tapi bagi sebagaian orang (apalagi bapak yang mempunyai anak, dan ekonomi kurang lebaran itu sangat mencekam bagai kuburan...tuntutan anak utk beli baju dsb sdg kemampuan finansial tidak ada....

    BalasHapus
  14. ulasannya menarique beut ini. ahahahh. sukaaaak *asik Blogwalking~~

    BalasHapus

KARENA JOKOWI BERSAMA PRABOWO

Presiden Republik Indonesia, adalah CeO dari sebuah ‘perusahaan’ atau ‘lembaga’ yang mengelola 270-an juta jiwa manusia. Salah urus dan sala...